28.3 C
Bogor

Strategi Hook Model Nir Eyal untuk Membangun Produk yang Bikin User Candu

Date:

Share:

Lo pasti pernah nanya kenapa user bisa menghabiskan waktu berjam-jam scrolling di TikTok atau Instagram tanpa sadar. Jawabannya bukan cuma kebetulan atau “konten menarik” semata. Ada psikologi produk yang dirancang khusus di balik layar. Gw bakal bahas Strategi Hook Model Nir Eyal, sebuah kerangka kerja yang menjelaskan bagaimana produk teknologi sukses mengubah perilaku pengguna menjadi kebiasaan yang sulit ditinggalkan. Kalau lo founder startup atau product manager, memahami model ini adalah tiket lo buat nurunin churn rate dan bikin user balik lagi tanpa harus bakar duit buat iklan terus-terusan.

Membangun habit-forming product itu seni menggabungkan desain, teknologi, dan psikologi dasar manusia. Tujuannya simpel, yaitu bikin produk lo jadi bagian dari rutinitas harian user tanpa perlu mikir panjang. Kita nggak bicara soal manipulasi, tapi soal mendesain alur yang memuaskan kebutuhan user secara instan. Di artikel ini, gw bakal bedah empat fase Hook Model, Trigger, Action, Variable Reward, dan Investment, biar lo bisa terapkan langsung ke produk lo.

Trigger Pemicu Awal Perilaku User

Trigger adalah aktuator atau pemicu yang menggerakkan user untuk melakukan sesuatu. Fase ini merupakan gerbang masuk ke dalam Hook Model, di mana user mendapatkan sinyal untuk menggunakan produk lo, baik dari stimulus lingkungan maupun dorongan emosional dari dalam diri mereka sendiri.

Tanpa trigger yang jelas, user nggak bakal tau atau inget kalau produk lo eksis. Trigger ini fungsinya kayak spark plug di mesin motor. Kalau nggak ada percikan api, mesin nggak bakal jalan. Di tahap awal membangun produk, lo harus obsesif memikirkan trigger apa yang paling relevan buat target market lo. Trigger terbagi jadi dua jenis utama yang harus lo pahami mati-matian: External Trigger dan Internal Trigger.

External Trigger Pancingan dari Luar

Jenis trigger ini yang paling gampang lo kontrol sebagai pembuat produk. External trigger ngasih tau user apa yang harus dilakukan selanjutnya dengan menempatkan informasi di dalam lingkungan user. Bentuknya fisik atau digital. Contoh paling klasik adalah notifikasi push di HP, email newsletter yang masuk ke inbox, atau tombol “Call to Action” (CTA) yang gede dan mencolok di landing page.

Tapi external trigger nggak cuma soal notifikasi. Ada empat tipe yang perlu lo tau:

  • Paid Triggers: Iklan, search engine marketing. Efektif tapi mahal buat jangka panjang.
  • Earned Triggers: Liputan media, viralitas di sosmed. Gratis tapi susah dikontrol.
  • Relationship Triggers: Word of mouth, undangan dari teman. Ini super kuat karena ada faktor kepercayaan.
  • Owned Triggers: Notifikasi aplikasi, icon di home screen. Ini yang paling ideal karena lo punya kontrol penuh dan nggak bayar per klik.

Tujuan akhir dari external trigger adalah membawa user masuk ke dalam “Investment Phase” supaya nanti produk lo nggak butuh external trigger lagi. Kalau lo terus-terusan ngandelin notifikasi buat bikin user balik, produk lo bakal dianggap spam. External trigger cuma “roda bantu” di awal.

Internal Trigger Rasa Gatal dari Dalam

Setelah user sering terpapar external trigger dan mulai menggunakan produk lo, pelan-pelan pemicu itu pindah ke dalam. Internal trigger itu abstrak. Ini terjadi di alam bawah sadar user. Pemicu ini biasanya berupa emosi, terutama emosi negatif. Rasa bosan, kesepian, frustrasi, bingung, atau takut ketinggalan informasi (FOMO).

Coba lo perhatiin perilaku lo sendiri. Pas lo ngerasa bosen nunggu antrean, tangan lo otomatis buka Instagram atau Twitter tanpa mikir. Pas lo ngerasa kesepian, lo buka Tinder atau WhatsApp. Pas lo butuh jawaban instan, lo buka Google. Produk lo menang ketika dia berhasil mengasosiasikan dirinya sebagai “obat” penghilang rasa sakit emosional tersebut.

Nir Eyal bilang, “To build a habit-forming product, you need to solve a user’s pain.” Lo harus tau rasa gatal (pain point) apa yang dirasain user lo. Kalau produk lo adalah aplikasi to-do list, internal trigger-nya mungkin rasa cemas takut ada kerjaan yang lupa. Kalau produk lo media sosial, internal trigger-nya adalah kebutuhan validasi sosial atau takut kudet.

Action Tindakan Simpel Demi Reward

Action adalah perilaku paling sederhana yang dilakukan user dengan harapan mendapatkan imbalan. Fase ini harus dibuat semudah mungkin karena semakin sedikit usaha yang diperlukan user, semakin besar kemungkinan perilaku tersebut terjadi dan menjadi kebiasaan.

Setelah trigger aktif, user harus melakukan Action. Di sini banyak produk gagal karena mereka minta user ngelakuin hal yang terlalu berat. Ingat rumus Fogg Behavior Model: B = MAP. Behavior (Perilaku) terjadi kalau ada Motivation (Motivasi), Ability (Kemampuan/Kemudahan), dan Prompt (Trigger) di saat yang bersamaan.

Kalau motivasi user tinggi tapi action-nya susah (misal: form registrasi 10 halaman), behavior nggak bakal kejadian. Sebaliknya, kalau action-nya gampang banget (misal: one-click login), user bakal lanjut meskipun motivasinya biasa aja. Kunci di fase ini adalah Usability. Buang semua hambatan.

Kemudahan Adalah Kunci Utama

Lo harus desain produk yang “no brainer”. Jangan bikin user mikir. Pinterest sukses besar karena action-nya cuma scroll gambar. Google sukses karena action-nya cuma ketik keyword di kotak kosong yang bersih. Amazon sukses dengan paten “1-Click Ordering”-nya.

Ada beberapa elemen kemudahan yang bisa lo optimalkan:

  • Waktu: Seberapa cepat user bisa dapet hasil?
  • Uang: Seberapa mahal biayanya?
  • Usaha Fisik: Harus klik berapa kali?
  • Usaha Mental: Harus mikir keras nggak?
  • Penyimpangan Sosial: Apakah perilaku ini dianggap aneh oleh orang lain?
  • Non-Rutin: Seberapa asing perilaku ini buat user?

Fokus lo adalah nurunin Cognitive Load (beban pikiran). Di fase Action, jangan minta user mikir soal investasi jangka panjang atau data yang rumit. Cukup minta mereka melakukan satu hal kecil yang membawa mereka ke reward. Contohnya tombol “Play” di Netflix atau scroll ke bawah di TikTok. Semakin friksi-nya nol, semakin tinggi konversinya.

Variable Reward Hadiah yang Bikin Penasaran

Variable Reward adalah inti dari Hook Model yang membedakan produk biasa dengan produk candu. User tidak hanya butuh kepuasan, tapi juga butuh elemen kejutan atau ketidakpastian yang memicu lonjakan dopamin di otak.

Kenapa kita nggak bosen buka kulkas padahal isinya itu-itu aja? Karena kita tau isinya apa. Prediktabilitas itu membosankan. Tapi kenapa kita nggak bosen cek email atau feed Instagram? Karena ada elemen variabilitas. Kita nggak tau “reward” apa yang bakal kita dapet selanjutnya. Mungkin ada email tawaran kerjaan gede? Mungkin foto mantan baru nikah? Atau mungkin meme lucu?

Ketidakpastian ini bikin otak kita “penasaran”. Sains membuktikan bahwa level dopamin melonjak bukan pas kita nerima hadiahnya, tapi pas kita mengantisipasi hadiahnya. Mesin slot di kasino bekerja dengan prinsip ini. Produk teknologi juga sama. Variable reward dibagi jadi tiga kategori besar: The Tribe, The Hunt, dan The Self.

Rewards of the Tribe Penerimaan Sosial

Manusia itu makhluk sosial. Kita butuh merasa diterima, penting, dan terhubung. Rewards of the Tribe adalah gratifikasi yang kita dapet dari orang lain.

  • Likes & Komentar: Kenapa lo rajin post di IG? Buat dapet validasi sosial.
  • Kompetisi Game: Leaderboard di game MOBA bikin lo pengen main terus biar rank lo diakui orang lain.
  • Q&A Platforms: Orang rela jawab pertanyaan panjang lebar di Quora atau Stack Overflow cuma buat dapet upvote dan badge “Top Contributor”.

Kalau produk lo punya elemen komunitas, pastiin user ngerasa dihargai oleh user lain. Rasa kebersamaan dan validasi ini adalah lem perekat yang super kuat.

Rewards of the Hunt Berburu Sumber Daya

Ini insting purba manusia. Dulu kita berburu makanan, sekarang kita berburu informasi, deals, atau konten.

  • News Feed: Scrolling feed Twitter atau TikTok itu kayak berburu. Lo scroll ngelewatin banyak konten sampah (usaha) buat nemuin satu konten emas yang lucu atau informatif (reward).
  • Pinterest: User “berburu” gambar-gambar estetik buat inspirasi rumah atau fashion.
  • Diskon: Marketplace yang ngasih Flash Sale bikin user antusias berburu barang murah.

Variabilitas di sini penting. Kalau setiap konten di feed lo bagus semua, lo malah cepet bosen. Justru karena ada konten jelek, konten bagus jadi terasa lebih berharga.

Rewards of the Self Pencapaian Pribadi

Ini soal kepuasan internal. Keinginan untuk menaklukkan tantangan, menyelesaikan tugas, atau menjadi ahli.

  • Inbox Zero: Rasa puas pas liat notifikasi email jadi nol.
  • Progress Bar: LinkedIn ngasih tau “Profil lo baru 80% lengkap”, bikin lo gatel pengen lengkapi jadi 100%.
  • Leveling Up: Di aplikasi belajar bahasa kayak Duolingo, lo ngejar streak dan level biar ngerasa jago.

Rewards of the Self bekerja kuat di aplikasi produktivitas dan gamifikasi. Lo ngasih user perasaan kompeten dan kendali atas aktivitas mereka.

Investment Investasi User untuk Masa Depan

Investment adalah fase terakhir di mana user melakukan sedikit ‘kerja’ dengan memasukkan data, waktu, atau modal sosial ke dalam produk. Tujuannya bukan untuk gratifikasi instan, tapi untuk meningkatkan kualitas pengalaman di masa depan dan memuat trigger berikutnya.

Di sinilah bedanya Hook Model sama Feedback Loop biasa. Kalau feedback loop cuma Trigger-Action-Reward, user gampang pergi. Tapi kalau ada Investment, user jadi punya “saham” di produk lo. Semakin banyak investasi yang user tanam, semakin berat buat mereka ninggalin produk lo (Fenomena Sunk Cost Effect).

Investment ini ada dua fungsi utama: Stored Value (Nilai Simpanan) dan Loading the Next Trigger.

Mengapa User Susah Pindah Lain Hati

Coba lo bayangin mau pindah dari Spotify ke Apple Music. Males banget kan? Kenapa? Bukan karena aplikasinya jelek, tapi karena lo udah inves bikin puluhan playlist, nge-like ribuan lagu, dan algoritma Spotify udah kenal selera lo banget. Itu namanya Stored Value.

Bentuk investasi user bisa macem-macem:

  • Konten: Upload foto di Instagram. Semakin banyak foto, semakin jadi memori digital lo.
  • Data: Input data keuangan di aplikasi expense tracker. Makin lengkap datanya, makin berguna laporannya.
  • Reputasi: Rating bintang 5 di eBay atau Tokopedia. Lo gak bakal mau pindah ke platform baru dan mulai reputasi dari nol lagi.
  • Skill: Belajar shortcut Photoshop. Pas lo udah jago, males belajar software desain lain.

Selain nyimpen nilai, investasi juga berfungsi buat memuat trigger selanjutnya. Contohnya, pas lo kirim pesan di WhatsApp (investasi), lo secara otomatis memuat trigger eksternal baru: balasan dari teman lo. Pas teman lo balas, notifikasi bunyi (external trigger), dan siklus Hook dimulai lagi.

Penerapan Hook Model di Startup Lo

Sekarang lo udah paham teorinya. Gimana cara eksekusinya? Jangan cuma baca doang. Lo harus audit produk lo sekarang juga pake kacamata Hook Model ini. Ambil kertas, dan jawab pertanyaan-pertanyaan ini buat produk lo.

Identifikasi Trigger yang Spesifik

Cek lagi strategi akuisisi user lo.

  • External: Apakah notifikasi lo relevan atau cuma spam? Apa lo ngirim notifikasi di waktu yang tepat pas user butuh?
  • Internal: Rasa sakit apa yang lo sembuhin? Bosen? Takut? Bingung? Pastiin copy dan pesan marketing lo nyambung sama emosi internal ini. Jangan jualan fitur, jualan solusi emosional.

Sederhanakan Action

Audit flow user lo.

  • Berapa klik yang dibutuhkan buat sampe ke “Aha moment”?
  • Ada form yang kepanjangan nggak?
  • Login bisa pake Google/Apple nggak biar cepet?
  • Kurangi langkah-langkah yang nggak perlu. Inget, Ability itu soal kemudahan.

Variasikan Reward

Jangan kasih reward yang garing.

  • Gimana caranya lo bisa bikin user penasaran “apa selanjutnya”?
  • Bisa nggak lo masukin elemen sosial (Tribe)?
  • Bisa nggak lo kasih gamifikasi pencapaian (Self)?
  • Pastikan reward-nya intrinsik dan nyambung sama internal trigger tadi. Kalau user bosen, kasih hiburan. Kalau user cemas, kasih kepastian/kontrol.

Minta Investasi yang Wajar

Jangan minta investasi di awal (misal: bayar subscription atau isi profil lengkap pas baru buka app). Minta investasi SETELAH user dapet reward.

  • Setelah mereka dapet match di Tinder (Reward), baru minta mereka lengkapi bio (Investment).
  • Setelah mereka baca artikel bagus di Medium (Reward), baru minta mereka follow penulisnya (Investment).
  • Pastikan investasi ini bikin produk lo makin pinter dan personal buat mereka di masa depan.

Kesimpulan

Membangun produk yang habit-forming itu bukan sihir, tapi proses engineering perilaku yang sistematis. Dengan menerapkan Hook Model karya Nir Eyal, mulai dari Trigger yang tepat, Action yang mudah, Variable Reward yang memikat, sampai Investment yang mengikat, lo bisa ubah produk lo dari yang tadinya “nice to have” jadi “must have”.

Inget, tujuannya bukan bikin user kecanduan dalam artian negatif, tapi ngebantu mereka mengefisienkan hidup dengan menjadikan solusi lo sebagai kebiasaan positif. Produk teknologi terbaik adalah yang membaur dengan kehidupan user sampai mereka nggak sadar kalau mereka lagi pake teknologi. Mereka cuma ngerasa masalah mereka selesai.

Sekarang giliran lo. Cek produk lo, cari di mana “kebocoran” dalam siklus Hook lo, dan perbaiki. Bikin user lo jatuh cinta, bukan karena terpaksa, tapi karena kebiasaan.

Topan
Topan
🧑🏻‍💻 Tech & Performance Marketing Enthusiast

Subscribe to our magazine

━ more like this

Pilihan Karir Performance Marketer 2025 Antara WFH, WFO atau WFA

Dilema lo soal milih model kerja sebagai Performance Marketer di tahun 2025 itu valid banget. Kita ngeliat pasar kerja yang lagi kepecah dua. Satu...

WordPress 6.9: Update Terbaru & Keuntungan Buat Blogger

Baru banget rilis (2 Desember 2025), WordPress 6.9 bawa fitur kolaborasi ala Google Docs dan blok baru yang bikin plugin tambahan jadi nggak relevan...

Konflik Data Analytics vs Data Transaksi Database dalam Performance Marketing

Lo pasti pernah ada di posisi nyesek ini. Lo buka dashboard MMP kayak Adjust, AppsFlyer, atau Branch. Angkanya hijau semua. CPI murah, conversion rate...

Google Ads vs Meta Ads Bedah Tuntas Algoritma dan Simulasi Budget Biar Lo Gak Salah Bakar Duit

Perdebatan soal Google Ads vs Meta Ads ini gak ada matinya di kalangan pebisnis dan digital marketer. Seringkali pertanyaan klasiknya adalah mana yang lebih...

Strategi Programmatic Ads Mulai dari Budget Hingga Tracking Konversi

Programmatic ads adalah sebuah metode pembelian inventori iklan digital secara otomatis dan real time yang memanfaatkan data audiens untuk menargetkan pengguna yang tepat di...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!