Gw nggak akan kasih lo artikel opini. Gw akan ngasih lo “contekan” lengkap, rangkuman super detail dari laporan yang paling ditunggu-tunggu di industri kita: e-Conomy SEA 2025.
Laporan ini dibuat oleh tiga raksasa: Google, Temasek, dan Bain & Company. Ini adalah edisi ke-10, dan temanya nggak main-main: “From Digital Decade to AI Reality”. Ini bukan lagi soal “potensi”, tapi soal gimana AI saat ini mengubah realitas di ASEAN.
Artikel ini akan jadi rangkuman 3000-an kata. Gw akan bedah semua data penting, temuan kunci, dan tren di setiap sektor, sedetail mungkin. Siapin kopi lo, kita mulai deep dive.
Rangkuman Eksekutif: Poin Utama Laporan e-Conomy SEA 2025
Sebelum kita bedah per sektor, ini gambaran besarnya. Laporan ini nggak cuma ngebahas 6 negara (SEA-6) kayak biasanya. Sekarang cakupannya diperluas ke ASEAN-10, mencakup Brunei, Kamboja, Laos, dan Myanmar.
Metodologi risetnya komprehensif, menggabungkan data Google Trends, analisis Bain, insight Temasek, data dari mitra riset, dan wawancara ahli.
Ini dia poin-poin utamanya:
- Momentum Tetap Terjaga: Ekonomi digital SEA berada di jalur yang kuat untuk melampaui $300 miliar GMV.
- Pertumbuhan Stabil: GMV dan pendapatan (revenue) sama-sama tumbuh stabil di kisaran 15% dari tahun ke tahun (YoY).
- Monetisasi Berhasil: Pertumbuhan pendapatan sekarang mengimbangi pertumbuhan GMV. Artinya, perusahaan digital nggak cuma “bakar duit”, tapi beneran fokus cari untung.
- Bintang Baru: Video commerce (kayak TikTok Shop, Shopee Live) meledak, sekarang berkontribusi 25% dari total GMV ecommerce.
- Titik Balik: Sektor Food Delivery akhirnya berada di ambang profitabilitas.
- Tren Investor: Pendanaan swasta mulai naik tipis (15% YoY), tapi fokusnya bergeser ke pendanaan tahap akhir (late-stage). Sektor Digital Financial Services (DFS) jadi primadona yang menyedot 45-50% total pendanaan.
- Realitas AI: Ini tema utamanya. Antusiasme konsumen SEA terhadap AI melebihi rata-rata global. Sekitar 30% pendanaan swasta dalam 12 bulan terakhir mengalir ke startup terkait AI.
Pertumbuhan Stabil: Bedah Angka GMV dan Revenue
Laporan ini menegaskan bahwa pertumbuhan double-digit masih berlanjut. Mari kita lihat angkanya secara detail.
1. Pertumbuhan GMV (Gross Merchandise Value)
Total GMV SEA-6 diproyeksikan mencapai $299 miliar di 2025, naik dari $260 miliar di 2024 dan $226 miliar di 2023. Jika ditambah ASEAN-4, total GMV ASEAN-10 di 2025 adalah $305 miliar.
Berikut rincian GMV per sektor (dalam miliar USD):
| Sektor | 2023 | 2024 | 2025 (SEA-6) | 2025 (ASEAN-10) |
| Ecommerce | 138 | 156 | 181 | 185 |
| Online travel | 37 | 45 | 50 | 51 |
| Transport & Food | 25 | 29 | 33 | 34 |
| Online media | 26 | 29 | 33 | 34 |
| Total GMV | 226 | 260 | 299 | 305 |
2. Pertumbuhan Revenue (Pendapatan)
Pendapatan juga tumbuh sehat, sejalan dengan GMV. Total revenue SEA-6 diproyeksikan mencapai $99 miliar di 2025, naik dari $87 miliar di 2024 dan $76 miliar di 2023. Total revenue ASEAN-10 di 2025 adalah $100 miliar.
Berikut rincian Revenue per sektor (dalam miliar USD):
| Sektor | 2023 | 2024 | 2025 (SEA-6) | 2025 (ASEAN-10) |
| Ecommerce | 31 | 35 | 40 | 41 |
| Online travel | 17 | 21 | 24 | 24 |
| Transport & Food | 3 | 4 | 4 | 4 |
| Online media | 25 | 27 | 30 | 31 |
| Total Revenue | 76 | 87 | 99 | 100 |
Catatan: Financial Services (DFS) tidak dimasukkan dalam perhitungan GMV dan Revenue total di atas karena unit pengukurannya berbeda.
Deep Dive Per Sektor: Mesin Pertumbuhan Ekonomi Digital
Sekarang, kita bedah satu per satu sektornya. Apa yang bikin angkanya naik?
1. Ecommerce
Sektor ecommerce kembali ngebut setelah sempat melambat. GMV 2025 (SEA-6) diprediksi mencapai $181 miliar, sementara revenue-nya $40 miliar.
Apa yang spesial di sini?
- Konsolidasi Pasar: Pemain-pemain domestik yang lebih kecil mulai berguguran. Pasar kini dikuasai oleh pemain regional besar yang memanfaatkan economies of scale.
- Ledakan Video Commerce: Ini adalah game changer. Video commerce (jualan lewat live atau video pendek) meroket gila-gilaan.
- Kontribusinya 25% dari total GMV ecommerce di 2025, padahal di 2022 masih di bawah 5%.
- GMV video commerce tumbuh 2.5x lipat sejak 2023.
- GMV di 2025 diprediksi $46 miliar, naik dari $31 miliar (2024) dan $18 miliar (2023).
- Karakteristik Unik: Pertumbuhan ini didorong oleh volume transaksi (naik 50% YoY), bukan harga. AOV (Average Order Value) video commerce sangat rendah, sekitar $6-$7 per pesanan, jauh di bawah AOV ecommerce keseluruhan ($13-$15).
- Kekuatan Kreator: Ekosistem ini didominasi oleh segelintir top sellers dan produk best-selling. 10 penjual teratas di tiap kategori menguasai 20% transaksi. Format live video adalah kunci; 80% produk terlaris ditampilkan di livestreams.
- Diversifikasi Kategori: Awalnya didominasi fashion (27%) dan beauty (21%), video commerce kini merambah ke kategori kebutuhan sehari-hari seperti home & tools (10%), health (7%), dan F&B (7%).
2. Food Delivery
Sektor ini akhirnya menemukan jalan menuju profit. GMV 2025 (ASEAN-10) diprediksi $23 miliar, dengan revenue $2.4 miliar.
- Menuju Profit: Sebagian besar platform besar sudah profitabel atau segera profitabel. Ini hasil dari optimalisasi logistik dan efisiensi operasi.
- Pergeseran Mindset: Food delivery bukan lagi barang mewah, tapi sudah jadi kebutuhan sehari-hari. Platform kini menargetkan segmen yang lebih sensitif harga.
- Sumber Revenue Baru: Iklan! Revenue dari iklan di platform food delivery tumbuh +60-90% YoY. Vendor-vendor kecil pun kini ikut pasang iklan.
- Ekspansi ke Dining-In: Ini adalah langkah logis berikutnya. Platform mulai masuk ke pasar in-restaurant dining (misalnya lewat voucher diskon). Pasar food services total (termasuk dining-in) nilainya ~$130 miliar, sementara online baru ~$23 miliar. Ini adalah kue yang sangat besar untuk direbut.
3. Transport
Sektor ride-hailing terus tumbuh. GMV 2025 (ASEAN-10) diprediksi $11.5 miliar, dengan revenue $1.9 miliar.
- Strategi Profit: Pemain besar mengurangi “bakar duit” insentif. Mereka fokus pada strategi tiered (membedakan layanan massal dan premium) serta subscription bundles untuk mengunci loyalitas.
- Era Kendaraan Listrik (EV): Adopsi EV dipercepat oleh insentif pemerintah dan permintaan dari platform. Vietnam dan Indonesia memimpin tren ini.
- Masa Depan: Otonom (AV): Kendaraan otonom (AV) mulai diuji coba di 6 negara SEA. Laporan ini memprediksi bahwa secara ekonomi, robotaxi berpotensi lebih unggul daripada pengemudi manusia dalam 3-5 tahun ke depan.
4. Online Travel
Sektor pariwisata pulih dengan kuat. GMV 2025 (ASEAN-10) diprediksi $51 miliar, dengan revenue $24 miliar.
- Pendorong GMV: Pertumbuhan ini didorong oleh harga yang lebih mahal, bukan semata-mata volume.
- Harga tiket pesawat bertahan di 115% dari level 2019.
- Harga kamar hotel naik lebih gila lagi, mencapai 120-125% dari level 2019.
- Kebijakan Visa: Pemulihan sangat dipengaruhi kebijakan visa. Indonesia, Malaysia, dan Vietnam yang mempermudah visa (terutama untuk China dan India) mengalami lonjakan kedatangan.
- Tren Perjalanan: Karena biaya mahal dan ketidakpastian makro, konsumen beralih ke perjalanan yang lebih singkat dan bersifat regional.
- Durasi perjalanan “Beyond APAC” (ke Eropa/AS) berkurang 1.3 hari.
- Jepang tetap jadi destinasi favorit.
- China popularitasnya meroket (naik 2 ppt), didukung kebijakan bebas visa baru.
5. Online Media
Sektor ini mencakup iklan, gaming, video, dan musik. GMV 2025 (ASEAN-10) diprediksi $34 miliar.
- Iklan & Gaming Stabil: Pertumbuhan GMV iklan (16%) dan gaming (6%) tetap stabil.
- Video & Musik Melambat: Pertumbuhan streaming video (15%) dan musik (14%) sedikit melambat.
- Fenomena Retail Media Network (RMNs): Ini adalah highlight besar. RMN adalah iklan yang dipasang di platform ecommerce atau superapp.
- Pasar RMN di SEA diprediksi mencapai $3 miliar di 2025 dan meroket jadi $6 miliar di 2030.
- Kekuatannya? Data pihak pertama (first-party data) yang bernilai tinggi di era digital yang makin ketat soal privasi.
- Gaming: Playtime mingguan rebound dan tumbuh 53% YoY. Indonesia memimpin pasar gaming mobile di regional (40% downloads). Publisher dari SEA bahkan menduduki peringkat pertama global untuk download game mobile (5.8 miliar instal di 2024).
- Video: Format “short drama” (drama serial super pendek) jadi tren baru yang booming. Ini jadi cara pemain Tiongkok dan lokal bersaing dengan biaya produksi lebih murah.
6. Digital Financial Services (DFS)
Sektor DFS makin matang dan kuat.
- Payments (Pembayaran): Sudah matang. Semua 10 negara ASEAN kini punya sistem QR nasional terpadu. Sebanyak 8 negara sudah terhubung dalam sistem pembayaran QR lintas batas (cross-border).
- Lending (Pinjaman): Tetap jadi kontributor revenue DFS terbesar, diproyeksikan $22 miliar di 2025 (SEA-6). Pertumbuhan didorong oleh segmen yang kurang terlayani (underserved) dan embedded lending (pinjaman yang tertanam di platform ecommerce).
- Wealth (Investasi): Mulai mencapai skala besar. Beberapa platform digital wealth telah melampaui $1 miliar AUM (Asset Under Management).
- Insurance (Asuransi): Bergeser dari model agen ke asuransi mikro yang tertanam (embedded) di layanan lain (beli tiket pesawat dapat asuransi perjalanan, dll.).
- Tantangan Terbesar: Kepercayaan & Loyalitas: Ini adalah PR besar.
- 61% konsumen tidak mempercayai pemain digital finance sebesar bank tradisional.
- 46% konsumen menggunakan berbagai macam e-wallet (tidak loyal).
- 87% pengguna e-wallet tidak menjadikan e-wallet mereka pilihan pertama untuk kebutuhan kredit.
Lanskap Investor: Minat Kembali Muncul, Fokus Bergeser
Setelah “musim dingin” pendanaan, kini ada “kenaikan yang hati-hati” (cautious uptick).
- Nilai Pendanaan: Pendanaan swasta naik 15% dalam 12 bulan terakhir, mencapai $7.7 miliar. Meski begitu, angka ini masih 70% di bawah rekor tertinggi tahun 2021.
- Pergeseran Fokus: Investor kini lebih pilih-pilih.
- Pergeseran Tahap: Pendanaan kini condong ke tahap akhir (late-stage: Series C ke E+). Pangsa pendanaan early-stage (Seed – Series B) turun dari 30% menjadi 20%.
- Pergeseran Sektor: DFS adalah raja. Sektor ini menyedot 45-50% dari total nilai pendanaan, naik drastis dari 30% di periode sebelumnya.
- Profitabilitas adalah Segalanya: Era “bakar duit” sudah lewat. Investor kini fokus pada profitabilitas. Menurut survei VC, 86% setuju bahwa faktor pendorong profitabilitas utama adalah “perusahaan yang beralih ke model bisnis dengan unit economics yang lebih baik”.
- Jalur Exit (IPO): Pasar IPO global mulai menunjukkan tanda-tanda positif. Meski SEA masih tertinggal, pipeline-nya sehat. Ada lebih dari 150 kandidat IPO di Indonesia, Malaysia, dan Singapura. Bursa di Indonesia dan Malaysia sangat aktif, mewakili 70% volume IPO regional.
Tema Utama 2025: Realitas AI di Asia Tenggara
Ini adalah bagian paling menarik dari laporan tahun ini. SEA bukan lagi “Digital Decade”, tapi sudah masuk “AI Reality”.
1. Antusiasme SEA Luar Biasa
Konsumen di SEA sangat “melek” AI.
- Minat konsumen SEA terhadap topik AI melebihi rata-rata global.
- Minat pada “General AI” 3x lipat lebih tinggi.
- Minat pada “Multimodal AI” 1.7x lipat lebih tinggi.
- Lima negara SEA masuk dalam Top 20 global untuk minat pada Multimodal AI.
2. AI Mendorong Investasi
Investor merespons antusiasme ini:
- Ada sekitar 700 startup AI aktif di SEA, mayoritas di Singapura (495+).
- 30% dari total pendanaan swasta dalam 12 bulan terakhir masuk ke startup terkait AI.
- 50% VC yang disurvei mengatakan lebih dari seperempat portofolio mereka memiliki AI sebagai produk inti, dan ini diperkirakan naik jadi 71% tahun depan.
3. Bagaimana AI Mengubah Bisnis (Saat Ini)
- Mendefinisi Ulang Pengalaman (Experience Reddefinition):
- AI mengubah cara kita mencari, dari teks linear menjadi discovery dinamis. Pencarian visual tumbuh 70% YoY.
- 62% konsumen SEA mengatakan fitur bertenaga AI (seperti rekomendasi super-personalisasi) telah mempengaruhi keputusan pembelian mereka.
- Transformasi Perusahaan (Enterprise Transformation):
- AI sudah dipakai untuk efisiensi operasional (hemat biaya dan produktivitas).
- Contoh: DBS memproyeksikan nilai ekonomi $1 miliar dari penggunaan AI di 2025. Grab mencatat 250.000+ mitra pengemudi menggunakan AI Driver Companion tiap minggu.
- Penggerak Ekosistem (Ecosystem Enablement):
- Terjadi ledakan kapasitas data center di SEA. Total kapasitas yang direncanakan akan tumbuh 180%, lebih cepat dari pertumbuhan APAC (120%). Malaysia jadi primadona baru setelah Singapura mencapai batas atas konsumsi energi.
4. Tantangan Unik AI di SEA
Nah, ini yang penting. Kita tidak bisa “copy-paste” strategi AI dari Barat. SEA punya keunikan:
- Tantangan Kepercayaan (Trust): Konsumen SEA antusias, tapi hati-hati.
- Hanya 1 dari 5 (20%) pengguna yang percaya AI untuk mengambil keputusan terbaik.
- 3 dari 5 (60%) pengguna lebih memilih AI sebagai salah satu sumber, tapi konfirmasi akhir tetap harus manusia.
- Tantangan Tenaga Kerja Murah (Low-Cost Labor):
- Ini adalah perbedaan fundamental. Rata-rata upah tahunan di SEA (misal Indonesia $2.2k, Vietnam $4.2k) hanyalah 5% dari upah di AS ($75.6k).
- Artinya, alasan investasi AI di SEA tidak bisa murni untuk “menggantikan manusia” dan hemat biaya gaji. Business case-nya beda.
- Fokus AI di SEA seharusnya adalah augmentasi (membuat pekerja lebih efektif), bukan otomatisasi penuh.
- Tantangan Transaksi (Agentic Transactions):
- Masa depan AI adalah “agen” yang bisa melakukan transaksi atas nama kita.
- Masalahnya, pemain global (seperti Visa) membangun infrastruktur ini berbasis kartu kredit.
- Sementara itu, SEA bukanlah pasar yang didominasi kartu. Kita didominasi e-wallet dan QR.
- Ini adalah peluang bagi pemain lokal untuk berinovasi dan membangun infrastruktur agentic yang disesuaikan untuk SEA (misal berbasis QR dan Digital ID).
Kesimpulan: Dekade Berikutnya Milik Siapa?
Laporan ini ditutup dengan refleksi satu dekade. Kita telah bertransformasi luar biasa, dari GMV $41 miliar (2016) ke $305 miliar (2025). Kita telah melampaui hambatan besar seperti konektivitas, kepercayaan, dan pandemi.
Dekade berikutnya akan ditentukan oleh faktor-faktor baru:
- Katalis: Akselerasi AI, pembaruan investasi, dan kerja sama regional (seperti pembayaran lintas batas).
- Hambatan: Dinamika dan ketidakpastian global (misal tarif dagang AS).
- Kartu Liar (Wild Card): Pilihan Regulasi. Kebijakan pemerintah bisa membuka atau justru menghambat potensi besar AI dan ekonomi digital.
Bagi lo, para pelaku bisnis, pesannya jelas: Kecepatan dalam mengintegrasikan AI, beradaptasi dengan keunikan pasar SEA (terutama soal trust dan labor), dan membangun kepercayaan adalah kunci untuk memimpin gelombang pertumbuhan berikutnya.
