Banyak media buyer atau bisnis owner yang ngeluh kalau Performance Max (PMax) itu kayak “kotak hitam”. Lo masukin duit, masukin aset, terus berharap algoritmanya pinter sendiri. Realitanya? Seringkali budget lo abis dimakan inventory sampah kayak aplikasi game anak-anak atau display ads yang nggak relevan.
Masalah utamanya bukan di algoritma Google, tapi di input yang lo kasih. Algoritma itu butuh arah. Kalau lo cuma bikin satu Asset Group buat semua produk atau layanan lo, lo lagi bakar duit.
Di artikel ini, gw bakal bahas gimana caranya nyusun struktur Asset Group yang bikin algoritma PMax bekerja buat lo, bukan ngabisin saldo lo.
Masalah Utama PMax Adalah Konsolidasi Data yang Salah
Kesalahan paling umum yang gw liat di akun klien adalah mereka nyampur semua produk dalam satu Asset Group dengan dalih “biar datanya banyak”. Padahal, PMax butuh sinyal spesifik buat nemuin audiens yang tepat.
PMax bekerja berdasarkan relevansi aset visual dan teks terhadap sinyal audiens yang lo input.
Kalau lo jual “Sepatu Lari” dan “Sepatu Pantofel” dalam satu Asset Group, algoritmanya bakal bingung. Audiens yang nyari sepatu lari bakal dikasih liat iklan pantofel karena Google “ngasal” nyampur aset lo. Akibatnya CTR turun, CPC naik, dan konversi nol.
Pecah Asset Group Berdasarkan Tema Spesifik
Jangan males bikin Asset Group. Struktur yang paling solid buat PMax itu mirip sama konsep STAGs (Single Topic Ad Groups) di Search Ads zaman dulu, tapi disesuaikan sama format visual.
Pecah Asset Group lo berdasarkan kategori produk atau persona audiens yang sangat spesifik, bukan cuma berdasarkan URL website.
Misalnya lo jualan properti:
- Asset Group 1 (Rumah Keluarga Muda): Gambar rumah minimalis, headline soal “Cicilan Ringan”, “Dekat Sekolah”. Audience Signal: First-time home buyers, Interest in Parenting.
- Asset Group 2 (Investasi): Gambar data kenaikan harga tanah, headline “ROI Tinggi”, “Passive Income”. Audience Signal: Real Estate Investors, Financial News Readers.
Dengan mecah kayak gini, lo maksa algoritma Google buat nyari orang yang tepat buat angle iklan yang tepat. Lo gak bisa jual rumah ke investor pake angle “taman bermain anak”. Itu gak bakal nyambung.
Masalah Kreatif Visual yang Sering Diabaikan
Aset visual adalah bahan bakar utama PMax. Kalau lo cuma upload satu ukuran gambar persegi, lo kehilangan placement YouTube dan Display landscape.
Penuhi semua slot rasio gambar (Landscape, Square, Portrait) dan video.
Jangan biarkan Google bikin video otomatis (auto-generated video) dari gambar statis lo. Hasilnya jelek banget, kayak slideshow PowerPoint tahun 2000-an. Mending lo bikin video sederhana 15 detik yang proper atau mending gak usah pake video sama sekali (meskipun ini bakal ngebatasi inventory lo).
Audience Signals Bukan Target Mati
Ini miskonsepsi terbesar soal PMax. Audience Signals yang lo masukin itu bukan targeting kaku kayak di Facebook Ads. Itu cuma “petunjuk awal” (starting point) buat Google.
Audience Signals ngasih tau Google harus mulai nyari kemana, tapi Google bakal melebar (expand) keluar dari situ kalau nemu konversi yang lebih baik.
Jadi, strategi sinyal lo harus kuat di awal:
- Search Themes (Beta): Ini paling kuat. Masukin keyword yang lo tau pasti konversi di Search Ads biasa.
- Customer Match List: Upload data email pembeli lo. Ini sinyal paling valid. Bilang ke Google, “Cari orang yang kayak gini”.
- Custom Segments: Orang yang nyari keyword kompetitor lo atau sering buka website kompetitor.
Kalau lo baru mulai (akun fresh), fokuslah ke Search Themes yang niat belinya tinggi (high intent). Jangan masukin Interests atau Affinity yang terlalu luas kayak “Sports Fans” kecuali budget lo unlimited.
Listing Groups Sebagai Filter Produk
Setelah lo benerin Asset Group dan Audience Signal, jangan lupa filter produknya pake Listing Groups (kalau lo e-commerce).
Pastikan produk yang ada di dalam Listing Group sinkron 100% sama materi iklan di Asset Group.
Jangan sampe Asset Group lo bahas “Diskon Laptop Gaming” tapi di Listing Group-nya malah nyangkut produk “Mouse Wireless” cuma karena lo lupa filter. Algoritma bakal tetep nayangin produk mouse itu ke audiens gamer laptop, dan user bakal bingung pas klik iklan kok isinya mouse. Itu bounce rate tinggi yang bakal ngerusak performa kampanye lo.
Cara Optimasi Tanpa Matikan Kampanye
PMax itu sensitif. Kalau lo ubah drastis, dia bakal masuk fase learning lagi.
Lakukan optimasi aset teks dan gambar secara bertahap, satu per satu elemen.
Cek di bagian “Asset Detail”. Kalau ada aset yang statusnya “Low” atau “Good”, ganti sama yang baru. Pertahankan yang “Best”. Jangan hapus semua aset sekaligus. Ganti headline dulu, tunggu seminggu. Ganti gambar, tunggu seminggu.
Kalau lo liat satu Asset Group performanya jelek banget dibanding yang lain, jangan langsung dimatiin kalau datanya belum cukup. Cek dulu, apakah sinyal audiensnya terlalu sempit? Atau kreatifnya yang gak menarik? Seringkali masalahnya ada di offer atau kreatif, bukan di teknis setup-nya.
Kesimpulan
PMax emang “pintar”, tapi dia butuh manajer yang tegas. Kalau lo kasih struktur yang berantakan, dia bakal ngabisin budget lo sembarangan. Kuncinya ada di segmentasi Asset Group yang logis, input Audience Signal yang berbasis data (bukan asumsi), dan kualitas aset kreatif yang memadai.
Jangan takut buat mecah kampanye jadi lebih granular. Semakin spesifik input yang lo kasih, semakin tajam hasil yang bakal Google kasih balik ke lo. Sekarang coba cek akun Ads lo, liat struktur PMax-nya, dan mulai bersih-bersih.
