Google Performance Max (PMax) secara fundamental mengubah cara kita beriklan. Lo gak lagi main bid per keyword atau memilih placement manual satu per satu. Sebaliknya, lo menyerahkan setir kendali ke mesin AI Google untuk mencari konversi di seluruh inventaris mereka—YouTube, Display, Search, Discover, Gmail, dan Maps—sekaligus.
Terdengar praktis? Buat amatir, iya. Tapi buat marketer serius, PMax seringkali jadi mimpi buruk transparansi. Lo masukin uang ke dalam “Black Box”, mesinnya bekerja, lalu keluar hasil. Lo gak tau persis iklan lo muncul di mana, pencarian apa yang memicu iklan, atau aset mana yang sebenarnya menghasilkan penjualan.
Masalah terbesarnya adalah: Mesin AI itu malas. Tanpa arahan yang ketat, PMax akan mengambil jalur termudah untuk menghabiskan budget lo, biasanya dengan memborong klik dari pencarian nama brand lo sendiri (Brand Cannibalization) atau menebar iklan di aplikasi game yang penuh klik tidak sengaja.
Artikel ini bukan panduan dasar cara klik tombol “Create Campaign”. Ini adalah panduan engineering. Kita akan membedah cara memanipulasi input agar mesin PMax bekerja sesuai keinginan kita, bukan maunya Google. Kita akan bahas strategi Asset Group tingkat lanjut, teknik Feed-Only rahasia para top-tier e-commerce, hingga skrip khusus untuk membongkar data yang disembunyikan Google.
Pergeseran Paradigma: Dari “Micro-Manager” ke “Data Feeder”
Di era Search Ads klasik, lo adalah seorang Micro-Manager. Lo atur bid untuk keyword A seharga Rp5.000, keyword B seharga Rp7.000. Lo matikan iklan di jam 2 pagi. Lo pilih situs berita spesifik buat Display.
Di era PMax, peran lo berubah total menjadi Data Feeder (Penyuplai Data). Algoritma PMax itu ibarat koki jenius yang butuh bahan baku. Kalau lo kasih bahan baku busuk (aset kreatif jelek, data audiens lemah, tracking konversi gak akurat), jangan harap masakannya enak (ROAS tinggi).
Prinsip kerjanya sederhana: Garbage In, Garbage Out. Satu-satunya cara lo mengendalikan output (hasil) adalah dengan memperketat kualitas input (data & kreatif).
Tiga Pilar Input PMax
- Creative Assets: Gambar, Video, Teks. Ini adalah bahasa yang dipakai mesin untuk berkomunikasi dengan user.
- Audience Signals: Petunjuk awal untuk mengarahkan mesin ke siapa dia harus bicara.
- Conversion Data: Umpan balik (feedback loop) yang memberi tahu mesin apakah dia berhasil atau gagal.
Kalau salah satu pilar ini rapuh, PMax lo bakal runtuh.
Struktur Kampanye Modern: Segmentasi vs Konsolidasi
Pertanyaan paling umum: “Sebaiknya gw gabung semua produk jadi satu PMax atau dipisah-pisah?” Jawabannya tergantung pada Unit Ekonomi bisnis lo.
Kesalahan fatal pemula adalah menumpuk semua produk (baju, celana, topi, aksesoris) ke dalam satu kampanye PMax dengan satu target ROAS (misal 500%). Akibatnya? Mesin PMax yang cerdik bakal menghabiskan seluruh budget lo cuma buat jualan “Aksesoris” murah yang gampang laku, sementara produk utama “Baju” yang mahal gak dipromosikan sama sekali karena lebih susah dijual.
Strategi Segmentasi Berbasis Margin
Jangan membagi kampanye berdasarkan kategori visual semata. Bagilah berdasarkan Margin Keuntungan atau Target ROAS.
- Campaign A (High Margin / Hero Products): Produk unggulan dengan profit tebal. Set target tROAS lebih rendah (lebih agresif) biar volumenya naik.
- Campaign B (Low Margin / Commodities): Produk pelengkap. Set target tROAS tinggi (lebih efisien) biar gak boncos.
- Campaign C (Clearance / Cuci Gudang): Produk mati yang harus keluar. Set budget khusus tanpa peduli ROAS terlalu ketat.
Dengan memisahkan ini, lo memaksa PMax untuk bekerja keras menjual produk yang memang lo ingin jual, bukan cuma produk yang mudah dijual.
Asset Groups sebagai “Ad Groups” Baru
Di dalam satu kampanye, lo punya Asset Groups. Anggap ini sebagai wadah untuk tema pesan yang berbeda. Jangan campur aduk kreatif.
- Asset Group 1 (Persona: Atlet): Gambar orang lari, headline fokus performa, sinyal audiens “Marathon Runners”.
- Asset Group 2 (Persona: Fashion): Gambar lifestyle santai, headline fokus gaya, sinyal audiens “Streetwear Enthusiasts”.
Produknya sama (Sepatu), tapi cara jualannya (Angle) beda. PMax memfasilitasi split testing persona ini secara otomatis.
Bedah Aset Kreatif: Visual adalah Mata Uang Baru
Ingat ini baik-baik: PMax adalah kampanye Visual First. Di Search Ads, copywriting adalah raja. Di PMax, kalau gambar dan video lo jelek, lo kalah sebelum berperang. Inventaris terbesar PMax ada di YouTube, Discover, dan Display—semuanya media visual.
Jebakan Video Otomatis (The Auto-Generated Nightmare)
Ini adalah dosa terbesar Google. Kalau lo GAK upload video di Asset Group, Google bakal berinisiatif MEMBUATKAN video buat lo. Caranya? Dia ambil gambar statis lo, di-zoom in zoom out, dikasih teks tempelan jelek, dan dikasih musik latar elevator yang bikin ngantuk. Hasilnya? Video yang memalukan brand lo, tapi tetap tayang di YouTube dan menghabiskan budget.
Solusi Wajib: Upload video sendiri. Titik. Gak perlu produksi sekelas iklan TV. Cukup video 10-15 detik yang mencakup:
- Hook (Detik 0-3): Masalah atau Visual Produk yang Eye-catching.
- Benefit (Detik 3-10): Fitur utama atau solusi.
- CTA (Detik 10-15): “Beli Sekarang”, “Diskon Terbatas”.
Pastikan lo punya variasi rasio:
- Landscape (16:9): Buat YouTube In-Stream (iklan sebelum video).
- Vertical (9:16): Buat YouTube Shorts. Ini inventaris yang lagi booming banget dan murah CPM-nya.
Hierarki Gambar yang Menjual
Google minta lo upload maksimal 20 gambar. Penuhilah kuota itu. Jangan malas. Mesin butuh variasi untuk melakukan tes A/B secara masif.
- Product Shots (40%): Produk dengan latar bersih/putih. Fokus jelas.
- Lifestyle Shots (40%): Produk sedang dipakai manusia. Tunjukkan emosi (senyum, keringat, puas).
- Contextual Shots (20%): Produk di lingkungannya (misal: botol minum di meja gym, laptop di meja kerja).
Penting: Jangan pakai overlay text (tulisan di dalam gambar) terlalu banyak. Biarkan sistem Google yang menempelkan headline dan deskripsi di samping gambar lo secara dinamis. Gambar yang bersih punya CTR lebih tinggi di inventaris native (seperti Google Discover).
Audience Signals: Mengajari Mesin, Bukan Memerintah
Di sinilah banyak praktisi misleading. Di kampanye tipe lain, “Targeting” artinya lo memerintah: “Iklankan HANYA ke orang ini.” Di PMax, “Audience Signal” artinya lo memberi saran: “Hai Google, mulailah mencari dari orang-orang ini. Tapi kalau lo nemu pembeli di tempat lain, silakan kejar.”
Lo harus paham Tingkat Kualitas Sinyal. Jangan asal masukin “Minat”.
Piramida Kualitas Data
Urutkan sinyal lo dari yang paling “Emas” sampai yang “Perunggu”.
Level 1: First-Party Data (The Gold Standard) Ini data yang lo miliki sendiri. Paling akurat, paling mahal nilainya.
- Customer Match List: Upload daftar email dan nomor HP pembeli lo yang ada di database. Google akan mencocokkan data ini dengan user mereka dan mencari orang yang profilnya mirip (Lookalike).
- Pixel Converters: Data orang yang sudah pernah beli di website lo (terlacak via Google Ads Tag).
- Kenapa ini penting? Karena kompetitor lo GAK PUNYA data ini. Ini keunggulan kompetitif lo. Kalau lo cuma pakai Interest, kompetitor lo juga pakai itu.
Level 2: Custom Segments – Search Intent (The Silver Standard) Ini adalah cara lo “mencuri” intensi dari Search Ads ke PMax. Buat segmen berisi orang-orang yang mengetik kata kunci spesifik di Google:
- Competitor Keywords: Orang yang mengetik nama brand kompetitor lo.
- Solution Keywords: Orang yang mengetik solusi masalah (misal: “Obat sakit punggung” kalau lo jual kursi ergonomis). Sinyal ini sangat kuat karena berbasis perilaku aktif (Active Intent), bukan sekadar asumsi minat.
Level 3: Interests & Demographics (The Bronze Standard) Ini data umum Google (Affinity/In-Market). “Shoppers”, “Sports Fans”. Gunakan ini HANYA sebagai pelengkap atau kalau akun lo benar-benar baru (belum punya data Level 1 dan 2). Kalau lo jadikan ini sinyal utama, learning phase PMax bakal lama dan mahal karena targetnya terlalu luas.
Brand Exclusions: Mencegah Kanibalisme Budget
Salah satu “kecurangan” PMax adalah dia suka mengklaim konversi yang sebenarnya gampang didapat. Skenario: User sudah kenal brand lo. Dia buka Google, ketik nama toko lo. Harusnya dia klik hasil organik (SEO) yang gratis. Tapi, PMax dengan agresif menaruh iklan Shopping atau Search di paling atas. User klik iklan itu. Budget kepotong. PMax lapor: “Liat bos, ROAS gw 1000%!”.
Padahal, itu penjualan yang bakal terjadi anyway. Ini namanya Brand Cannibalization.
Teknik Isolasi Brand
Lo harus tegas sama PMax. “Jangan sentuh kata kunci Brand gw.” Ada dua cara melakukannya, dan lo harus pilih berdasarkan strategi lo.
Cara 1: Brand List Exclusion (Level Kampanye) Lo masuk ke setting PMax, cari “Brand Exclusions”. Masukkan daftar nama brand lo (termasuk typo umum).
- Efek: PMax gak bakal muncul di pencarian Search dan Shopping untuk kata kunci brand tersebut.
- Kapan pakai: Saat lo mau PMax fokus cari pelanggan BARU (Cold Traffic) dan membiarkan pelanggan lama masuk lewat SEO atau kampanye Search Brand khusus yang CPC-nya murah.
Cara 2: Account-Level Negative Keywords (Level Akun) Lo masuk ke Account Settings, masukkan nama brand lo sebagai negative keyword.
- Efek: SEMUA kampanye di akun lo (bukan cuma PMax) gak bakal muncul buat brand.
- Warning: Hati-hati. Ini nuklir. Pastikan lo emang gak mau iklan sama sekali di nama brand lo.
Pengecualian: Kapan lo MEMBIARKAN PMax makan brand keyword? Saat kompetitor lo agresif ngebid di nama brand lo (Conquesting). Kalau lo gak pasang iklan, user yang nyari lo bakal liat iklan kompetitor di posisi paling atas. Dalam kasus ini, biarkan PMax (atau Search Ads Brand) melindungi wilayah lo.
Feed-Only PMax: Strategi Rahasia E-commerce
Ini adalah teknik “Ninja” yang sering dipakai agency top, tapi jarang dibahas Google karena Google gak suka (karena mengurangi inventaris yang bisa mereka jual).
Secara default, PMax ingin tampil di semua tempat (YouTube, Display, dll). Tapi buat E-commerce, konversi tertinggi biasanya datang dari Google Shopping. Gimana cara memaksa PMax HANYA main di Google Shopping?
Jawabannya: Feed-Only PMax.
Cara Setup Feed-Only
Saat lo bikin Asset Group:
- Pilih Merchant Center Feed lo (Daftar Produk).
- JANGAN UPLOAD gambar apa pun.
- JANGAN UPLOAD video apa pun.
- JANGAN TULIS headline atau deskripsi apa pun. (Google mungkin akan ngasih peringatan “Asset Group Strength: Poor”. Abaikan saja).
Logika di Balik Feed-Only
Karena lo gak ngasih aset gambar/video/teks, PMax gak punya bahan buat bikin iklan banner atau video. Dia gak bisa tayang di YouTube In-Stream atau Display Network yang butuh banner. Satu-satunya tempat yang bisa dia masuki cuma pakai data Feed Produk lo adalah: Google Shopping (dan sedikit inventory Search & Display dinamis kecil).
Ini bikin kampanye lo jadi super-efisien. ROAS biasanya melonjak karena budget terkonsentrasi di orang yang emang lagi cari barang (Shopping Intent), bukan orang yang lagi nonton video kucing.
Bidding & Budgeting: Napas Panjang vs Lari Sprint
PMax butuh ruang untuk bernapas. Algoritmanya bekerja berdasarkan probabilitas statistik. Kalau sampel datanya terlalu dikit, prediksinya ngaco.
Aturan “10x CPA”
Jangan pelit budget harian. Aturan bakunya adalah: Budget Harian minimal = 10x Target CPA (Cost Per Acquisition) lo. Kalau lo mau cari lead seharga Rp50.000, budget harian lo minimal Rp500.000. Kalau lo cuma kasih budget Rp100.000, mesinnya cuma punya 2x kesempatan gagal per hari. Dia gak bakal berani ambil risiko. Akibatnya, kampanye lo bakal stuck alias gak jalan (serving).
Evolusi Bidding
Jangan langsung loncat ke tROAS (Target ROAS) di hari pertama akun baru. Mesin belum tau nilai konversi lo.
- Fase 1 (Learning – Bulan 1): Pakai Maximize Conversions. Biarkan mesin belajar cara nyari orang yang mau beli dulu, tanpa peduli nilainya.
- Fase 2 (Stabilization – Bulan 2): Kalau volume konversi udah stabil (min. 30 per bulan), pasang Target CPA (tCPA). Batasi biayanya biar efisien.
- Fase 3 (Profitability – Bulan 3+): Pindah ke Maximize Conversion Value dengan Target ROAS (tROAS). Sekarang suruh mesin cari orang yang belanjanya banyak (Basket Size besar).
New Customer Acquisition (NCA): Ekspansi Murni
PMax punya fitur khusus bernama “Customer Acquisition Goal”. Ini jawaban buat lo yang komplain: “Ah, PMax cuma ngejar pelanggan lama doang!”.
Lo punya dua mode di sini:
- Bid Higher for New Customers: PMax tetap ngejar pelanggan lama, tapi dia bakal nge-bid lebih agresif (lebih mahal) kalau mendeteksi user baru. Ini mode aman buat scaling.
- Only Bid for New Customers: PMax menolak nampilin iklan ke orang yang udah pernah beli.
- Kapan pakai: Kalau lo punya budget khusus ekspansi market share dan gak peduli efisiensi jangka pendek.
- Syarat Teknis: Lo WAJIB punya list pelanggan lama yang di-upload rutin ke Google (atau koneksi API otomatis). Kalau data pelanggan lo gak update, PMax gak tau mana yang baru mana yang lama, dan fitur ini jadi gak berguna.
URL Expansion: Fitur “Pintar” yang Berbahaya
Ada satu tombol kecil di setting kampanye bernama Final URL Expansion. Default-nya ON. Ini mengizinkan Google untuk mengganti landing page lo sesuka hati dia. Misal: Lo arahkan iklan ke “Halaman Produk Sepatu A”. Google liat query user agak beda, jadi dia belokin user ke “Halaman Kategori Sepatu”. Dia juga bakal ambil headline secara otomatis dari teks di halaman web lo.
Kapan Harus Dimatikan (OFF)?
Buat 90% bisnis, gw saranin MATIKAN. Kenapa? Karena struktur website kebanyakan orang itu belum sempurna. Lo gak mau budget lo abis buat ngirim trafik ke halaman “Kebijakan Privasi”, “Blog Post Tahun 2018”, atau halaman “About Us”. Iklan harus masuk ke halaman yang didesain buat jualan (Sales Page).
Kapan Boleh Dinyalakan (ON)?
Hanya kalau website lo adalah raksasa E-commerce atau Portal Berita dengan struktur SEO yang sempurna. Ini mengubah PMax jadi semacam Dynamic Search Ads (DSA) super-charged yang bisa menangkap long-tail keywords yang gak kepikiran sama lo.
Reporting: Membaca Sinyal dalam Gelap
Salah satu frustrasi terbesar di PMax adalah minimnya data. “Gw abis Rp10 juta, tapi gw gak tau ini abis di Video atau di Search!”. Google sengaja menyembunyikan ini biar lo gak ribet (dan gak protes). Tapi kita bisa gali.
Insights Tab (Bukan Ad Group Tab)
Jangan cari data di tab biasa. Masuk ke tab Insights.
- Search Term Insights: Lo bisa liat “Kategori” pencarian apa yang memicu iklan. Kalau lo liat kategori yang gak nyambung (misal: lo jual “Kursi Kantor” tapi muncul di pencarian “Kursi Roda”), segera lapor ke Account Representative Google atau pakai trik Account-Level Negative.
- Audience Insights: Google bakal kasih tau “Segmen” mana yang paling banyak konversi. Gunakan info ini buat bikin materi iklan baru yang lebih relevan buat segmen tersebut.
PMax Script (Jalan Tikus Para Pro)
Komunitas marketer dunia membuat skrip Google Ads (berbasis JavaScript) yang bisa lo pasang di akun lo untuk membedah PMax. Skrip yang paling terkenal (buatan Mike Rhodes) bisa memvisualisasikan:
- Berapa Rupiah yang lari ke Shopping vs Video vs Search vs Display.
- Performa masing-masing Asset Group secara detail.
Kalau lo serius main PMax, lo wajib pasang skrip ini. Tanpa data ini, lo terbang buta. Kalau ternyata 70% budget lo abis di Display tapi konversinya nol, lo harus tau biar bisa ganti strategi (misal ganti ke Feed-Only).
Kesimpulan: PMax adalah Alat Scaling, Bukan Alat Santai
Jangan tertipu kata “Otomatis”. PMax bukan kampanye Set-and-Forget (Pasang lalu lupakan). Justru PMax butuh supervisi yang lebih cerdas. Lo gak lagi sibuk atur bid recehan, tapi lo sibuk:
- Memperbarui kreatif visual biar gak jenuh (Creative Fatigue).
- Memperbarui data pelanggan biar sinyal AI tetap tajam.
- Mengawasi kanibalisme brand.
- Menganalisis insight makro.
PMax adalah “binatang buas” yang sangat kuat. Kalau lo bisa mengendalikannya dengan input data yang berkualitas dan struktur yang benar, dia akan menembus batas skalabilitas yang gak bisa dicapai kampanye manual. Tapi kalau lo lepas tangan, dia akan memakan profit lo.
Sekarang giliran lo. Buka akun lo. Cek Asset Group lo. Apakah lo masih pakai video otomatis Google yang memalukan itu? Hapus sekarang.
