31.3 C
Bogor

Masterclass Google Display Ads (GDN) 2025: Strategi Branding & Retargeting Presisi Tanpa Membakar Uang

Date:

Share:

Jujur aja, Google Display Ads (GDN) sering dianggap “anak tiri” di dunia performance marketing. Banyak praktisi yang anti banget sama GDN. Alasannya klise: “Banyak klik sampah”, “Konversi nol”, “Cuma abisin budget di aplikasi game bocil”.

Kalau lo punya mindset kayak gitu, gw berani bilang: Lo mainnya salah.

GDN bukan tempat buat cari konversi instan cold traffic kayak di Search Ads. GDN adalah permainan Mental Availability dan Retention. Ini adalah channel visual. Lo menaruh brand lo di depan mata user saat mereka lagi baca berita, nonton YouTube, atau buka email.

Tantangan terbesar GDN bukan jangkauan (karena dia bisa jangkau 90% pengguna internet dunia), tapi Relevansi. Gimana caranya lo muncul di depan 2 juta website tapi cuma ke orang yang memang peduli sama produk lo?

Di panduan ini, kita bakal bongkar strategi teknis GDN tingkat lanjut. Kita akan bahas cara bikin Custom Segments yang mematikan, cara audit placement biar gak boncos di aplikasi game, sampai strategi Retargeting bertingkat yang bikin user merasa “dihantui” tapi tetap nyaman buat beli.

Mindset & Filosofi: Display Ads Bukan Search Ads

Kesalahan fatal pemula adalah memperlakukan Display kayak Search. Di Search, user punya intensi aktif (Active Intent). Mereka nyari lo. Di Display, user itu pasif (Passive Intent). Mereka lagi asik baca artikel politik atau liat resep masakan, tiba-tiba lo nongol nawarin sepatu.

Jadi, ekspektasi lo harus diubah:

  1. CTR Rendah itu Wajar: Di Search, CTR 5-10% itu bagus. Di Display? CTR 0,5% itu udah champion. Rata-rata industri cuma 0,1% – 0,3%. Jangan panik kalau CTR lo kecil.
  2. View-Through Conversions: Jangan cuma liat Click-Through Conversions. Banyak orang liat iklan lo, gak ngeklik, tapi besoknya mereka googling nama brand lo dan beli. Itu jasa Display Ads. Kalau lo matikan Display, pencarian organik lo biasanya bakal turun juga.
  3. Banner Blindness: Mata manusia modern udah terlatih buat nyuekin banner iklan. Tugas lo bukan cuma “muncul”, tapi “mengganggu” (disrupt) pandangan mereka secara elegan lewat visual dan copywriting.

Targeting Architecture: Seni Menemukan Jarum di Tumpukan Jerami

Kekuatan utama GDN ada di opsi targeting-nya yang gila-gilaan. Kalau lo cuma pilih “All Visitors” atau “Interests” umum, siap-siap boncos. Kita harus main spesifik.

Audience Targeting (Siapa Mereka)

Ini fokus ke profil user, gak peduli mereka lagi buka web apa.

1. Affinity Segments (Top of Funnel) Ini data minat jangka panjang. Google tau lo suka “Otomotif” atau “Kecantikan” dari history browsing tahunan lo.

  • Kapan Pakai: Buat Brand Awareness murni. Kalau lo punya budget gede dan mau ngenalin merek baru.
  • Warning: Ini luas banget. Jangan harap konversi langsung dari sini.

2. In-Market Segments (Middle of Funnel) Ini data minat jangka pendek. Google mendeteksi perubahan perilaku. Misal, lo biasanya gak pernah buka web mobil, tiba-tiba seminggu ini lo buka OLX Mobil, YouTube review mobil, dan simulasi kredit. Google masukin lo ke segmen “In-Market for Autos”.

  • Kapan Pakai: Buat ngejar orang yang siap beli. Ini sweet spot buat performa kalau lo belum punya data konversi sendiri.

3. Custom Segments (The Sniper Strategy) Ini fitur paling powerful di GDN saat ini. Lo bisa bikin audiens sendiri berdasarkan data Google. Ada dua cara bikinnya:

  • Based on Search Terms: Lo target orang yang mengetik keyword tertentu di Google Search. Misal lo jual “Sepatu Lari”, lo bisa target orang yang pernah ketik “rekomendasi sepatu lari 2025” atau “Nike Pegasus review”. Iklan lo bakal muncul pas mereka lagi browsing web lain (YouTube/Gmail/Display). Ini cara “mencuri” intensi Search ke Display.
  • Based on Websites (URL): Lo bisa masukin URL kompetitor lo. Google bakal cari orang yang punya minat atau perilaku mirip dengan pengunjung web kompetitor itu. Ingat, ini bukan retargeting web kompetitor (itu ilegal), tapi lookalike dari pengunjung mereka.

4. Your Data Segments (Remarketing) Ini audiens yang lo miliki sendiri (pengunjung web, list email, user aplikasi). Kita bahas detail di bagian Retargeting nanti.

H3: Contextual Targeting (Di Mana Mereka)

Ini fokus ke konten website, gak peduli siapa usernya.

1. Keywords & Topics Lo minta Google: “Tolong munculkan iklan gw di artikel yang mengandung kata kunci ‘Investasi Saham’ atau topik ‘Keuangan’.”

  • Masalahnya: Google sering salah tafsir. Kata “Bank” bisa berarti bank duit atau bangku taman (dalam bahasa Inggris “Bench” kadang rancu di terjemahan konteks). Topik juga sering terlalu luas.

2. Placements (Kendali Penuh) Lo pilih spesifik URL website atau Channel YouTube mana iklan lo tayang.

  • Pro: Brand safety terjamin. Lo tau persis iklan lo muncul di Kompas.com kanal Otomotif atau di Channel YouTube GadgetIn.
  • Kontra: Susah scale up. Inventaris terbatas. Kalau web itu lagi sepi atau penuh iklan lain, iklan lo gak tayang. Dan CPC/CPM-nya biasanya lebih mahal karena rebutan.

Optimized Targeting (Jebakan Batman)

Hati-hati. Saat lo bikin Ad Group, Google secara default mencentang fitur Optimized Targeting. Fitur ini ngasih izin ke Google buat “keluar jalur” dari targeting yang udah lo set kalau dia ngerasa ada peluang konversi di tempat lain.

  • Saran Gw: MATIKAN ini di awal. Kalau lo nyalain, lo gak bakal tau apakah targeting Custom Segment lo yang berhasil atau algoritma Google yang lagi hoki. Nyalakan cuma kalau campaign lo udah stabil dan lo butuh volume tambahan dengan CPA yang terjaga.

Creative Strategy: Perang Visual di Layar Kecil

Dulu kita harus sewa desainer grafis buat bikin 20 ukuran banner statis (300×250, 728×90, 160×600, dll). Capek dan mahal. Sekarang, Google mempermudah (sekaligus mempersulit) dengan Responsive Display Ads (RDA).

Responsive Display Ads (RDA) vs. Uploaded Ads

  • Uploaded Ads (Statis): Lo punya kontrol penuh soal branding. Font, warna, posisi logo, semua sesuai brand guideline. Tapi, lo bakal kehilangan banyak inventaris. Ada slot iklan aneh di website tertentu yang gak pas sama ukuran banner lo, jadi iklan lo gak muncul.
  • RDA (Dinamis): Lo upload aset mentah (Gambar, Logo, Video, Headline, Deskripsi). Google yang ngerakit iklannya secara real-time menyesuaikan slot yang tersedia. Bisa jadi native ads, bisa jadi banner teks, bisa jadi video.
  • Pemenangnya: RDA. Jangkauannya jauh lebih luas dan CPC-nya cenderung lebih murah karena lo bisa masuk ke slot sisa yang gak bisa dimasuki banner statis.

Best Practice Aset RDA

Karena lo nyerahin perakitan ke Google, aset mentahnya harus premium.

  1. Gambar (Images):
    • Upload maksimal 15 gambar. Campur rasio Landscape (1.91:1) dan Square (1:1).
    • Aturan Emas: Jangan ada teks di dalam gambar (overlay text). Biarkan gambar itu visual murni (foto produk atau lifestyle). Teks biarlah diurus sama bagian Headline. Gambar yang bersih lebih sering tayang dan CTR-nya lebih tinggi.
    • Hindari gambar yang blurry atau terpotong aneh. Fokus objek harus di tengah.
  2. Logo:
    • Wajib upload versi Square (1:1) dan Landscape (4:1). Punya logo transparent background (PNG) itu wajib biar gak kelihatan kotak putih jelek di dark mode.
  3. Headlines:
    • Short Headline (25-30 char): Ini “Hook” utama. Harus punchy. Contoh: “Diskon 50% Hari Ini”, “Sepatu Lari Tercepat”.
    • Long Headline (90 char): Ini bakal muncul kalau slot iklannya lebar. Kasih value proposition lengkap. “Dapatkan Sepatu Lari Teknologi Karbon. Garansi Uang Kembali 30 Hari. Beli Sekarang.”
    • Description: Ini pendukung. Jelasin fitur atau social proof. “Dipercaya 10.000 pelari. Bahan breathable dan sol empuk.”
  4. Call to Action (CTA):
    • Jangan pakai “Automated”. Pilih manual yang sesuai: “Shop Now”, “Sign Up”, “Contact Us”. CTA yang jelas ngasih sinyal ke user apa yang harus mereka lakukan.

Strategi Retargeting (Remarketing): Tambang Emas Sebenarnya

Kalau ada satu alasan kenapa lo harus jalanin GDN, itu adalah Retargeting. Hukum marketing bilang butuh 7-8 kali interaksi sebelum orang mau beli. Retargeting adalah cara lo nambah interaksi itu dengan murah.

Segmentasi Audiens Retargeting

Jangan cuma bikin satu list “All Visitors”. Itu malas. User yang baru liat Homepage beda nilainya sama user yang udah liat halaman Checkout. Bikin segmentasi di Google Analytics 4 (GA4) dan impor ke Google Ads:

  1. Homepage Viewers (Cold-Warm): Orang yang cuma liat beranda lalu pergi (Bounce).
    • Pesan Iklan: Edukasi Brand, Video Pengenalan, Artikel Blog.
  2. Product/Category Viewers (Warm): Orang yang liat halaman produk spesifik.
    • Pesan Iklan: Tampilkan kategori produk itu lagi. “Masih cari sepatu lari?”.
  3. Cart Abandoners (Hot): Orang yang Add to Cart tapi gak bayar.
    • Pesan Iklan: Diskon, Free Ongkir, Urgency (“Stok menipis”).
  4. Converters (Existing Customers): Orang yang udah beli.
    • Pesan Iklan: Cross-sell (Jual kaos kaki buat yang beli sepatu), Loyalty Program, Minta Review.
    • Penting: Exclude list ini dari kampanye akuisisi biar lo gak buang duit ngiklanin barang yang sama ke orang yang udah beli.

Dynamic Remarketing

Buat E-commerce, ini wajib. Lo harus upload Product Feed (biasanya via Google Merchant Center) ke Google Ads. Dengan ini, Google bisa nampilin IKLAN SPESIFIK produk yang dilihat user. Misal: User liat “Sepatu Merah Size 42”. Iklan yang ngejar dia bukan cuma logo toko lo, tapi gambar “Sepatu Merah Size 42” itu beserta harganya.

  • Setup: Lo butuh pasang tag khusus (event snippet) di website lo yang ngirim ID Produk (ecomm_prodid) dan nilai barang (ecomm_totalvalue). Ini agak teknis, butuh developer atau plugin canggih, tapi worth it.

Frequency Capping (Etika “Menghantui”)

Jangan jadi spammer. Kalau user liat iklan lo 50 kali sehari, mereka bukan beli, malah benci. Masuk ke setelan campaign, cari Frequency Capping.

  • Saran Gw: Batasi tayangan (impression) 5-7 kali per hari, atau 20-30 kali per minggu per pengguna. Ini cukup buat mengingatkan tanpa bikin enek.

Bidding Strategy: Menyesuaikan dengan Tujuan

Di GDN, pilihan bidding lo menentukan cara kerja mesin.

  1. Viewable CPM (vCPM): Lo bayar per 1.000 tayangan (yang terlihat mata).
    • Fokus: Branding Murni. Lo mau logo lo dilihat sebanyak mungkin orang.
  2. Maximize Clicks / Manual CPC: Lo bayar per klik.
    • Fokus: Traffic. Bagus kalau lo mau validasi landing page atau promo baru.
  3. Maximize Conversions (tCPA): Lo minta Google cari konversi.
    • Fokus: Retargeting atau Custom Segment yang sangat tajam.
    • Syarat: Akun lo harus punya data konversi yang cukup. Jangan pakai ini di campaign awareness yang audiensnya luas banget, mesinnya bakal bingung.
  4. Pay for Conversions (Fitur Rahasia Display):
    • Di kampanye Display tertentu (biasanya kalau data konversinya udah banyak banget >100/bulan), opsi ini muncul. Lo CUMA BAYAR kalau terjadi konversi.
    • Risiko: Kalau iklan lo jarang konversi, Google bakal berhenti nayangin iklan lo total karena mereka rugi bandar (nayangin gratis). Gunakan dengan bijak.

Placement Exclusions: Ritual Bersih-Bersih Wajib

Ini bagian paling krusial buat menyelamatkan budget lo. GDN itu penuh dengan “inventory sampah”. Kalau lo cek laporan “Where ads showed” dan lo gak pernah optimasi, gw jamin 70% budget lo abis di aplikasi game anak-anak (Mobile App) atau website berita clickbait.

Kenapa Mobile App itu Bahaya?

Jari jempol itu gede. Layar HP itu kecil. Terutama di aplikasi game atau senter (flashlight), iklan sering ditaruh di tempat yang gampang kepencet (accidental clicks). Anak kecil main game di HP bapaknya, ngeklik iklan lo, budget lo kepotong Rp2.000. Konversi? Nol.

Cara Memblokir Mobile Apps

Dulu gampang, tinggal exclude “adsenseformobileapps.com”. Sekarang Google mempersulit (karena mereka butuh duit dari inventaris app). Cara efektif sekarang:

  1. Via Google Ads Editor: Download software Google Ads Editor. Masuk ke level Campaign > Keywords and Targeting > Mobile App Categories, Negative. Pilih “All Apps” (Apple App Store, Google Play, Windows Phone Apps). Blokir semuanya.
  2. Via UI Web: Masuk ke Content Suitability. Uncheck semua kategori aplikasi. Atau secara manual exclude kategori aplikasi satu per satu (capek, ada 141 kategori).

Content Exclusions

Di level akun (Account Settings), pastikan lo memblokir konten yang gak sesuai brand safety:

  • Tragedy and conflict
  • Sensitive social issues
  • Profanity and rough language
  • Sexually suggestive
  • Sensational and shocking Lo gak mau iklan brand lo muncul di samping berita pembunuhan sadis kan? Itu ngerusak citra.

Analisis & Optimasi: Membaca Data Display

Jangan analisis GDN pakai kacamata Search.

  • Bounce Rate Tinggi? Wajar. User Display itu “interupsi”. Mereka klik karena penasaran, liat sebentar, lalu balik lagi ke aktivitas awal mereka. Jangan kaget kalau Bounce Rate 80-90%.
  • Time on Site: Fokus ke sini. Kalau mereka cuma 0 detik, berarti klik nyasar (kepencet). Kalau 10-20 detik, berarti mereka baca.
  • Micro-Conversions: Karena jarang ada yang beli langsung dari Display (kecuali retargeting), ukur keberhasilan lewat Micro-Conversions: Scroll Depth 50%, View Product Page, Download Brosur, atau Stay on Site > 30 detik.

View-Through Conversions (VTC)

Aktifkan kolom ini di laporan lo. VTC menghitung orang yang LIHAT iklan lo (gak ngeklik), tapi kemudian konversi di lain waktu (lewat jalur lain). Ini pembelaan terbaik lo buat GDN. “Bos, emang direct conversion-nya dikit, tapi liat nih VTC-nya tinggi. Berarti iklan ini ngebantu awareness yang berujung penjualan.”

Kesimpulan: GDN itu Investasi Jangka Panjang

Google Display Ads bukan mesin ATM instan. Ini adalah investasi infrastruktur brand lo. Gunakan GDN untuk:

  1. Memperkenalkan Diri (Awareness): Pakai Affinity/Custom Segments + RDA yang visualnya kuat.
  2. Meyakinkan yang Ragu (Retargeting): Pakai Dynamic Remarketing + Penawaran Khusus.
  3. Menjaga Top of Mind: Biar pas user butuh produk kategori lo, nama brand lo yang pertama muncul di kepala mereka.

Kunci suksesnya cuma satu: Rajin. Rajin cek placement, rajin exclude aplikasi sampah, rajin tes kreatif gambar baru, dan rajin update segmen audiens. Kalau lo males dan cuma setel “Auto”, Google yang bakal kaya, bukan lo.

Sekarang, buka akun lo, cek laporan Placement 30 hari terakhir. Berapa juta yang udah lo sumbangkan ke aplikasi “Flashlight” atau “Talking Tom”? Matikan sekarang, dan alokasikan budgetnya ke Custom Segments kompetitor.

Selamat berburu di lautan visual.

Topan
Topan
🧑🏻‍💻 Tech & Performance Marketing Enthusiast

Subscribe to our magazine

━ more like this

Retail-Native AI Adalah Kunci Profitabilitas Bisnis Ritel Modern

Gw perhatiin banyak pemain ritel di Indonesia masih kejebak main di lapangan orang lain. Mereka sibuk bakar duit buat ngejar trafik semu pake algoritma...

7 Cara Scale Up Iklan Anti Boncos Biar Kualitas Leads Tetap Terjaga

Pernah gak sih lo ngerasa udah nemu winning campaign tapi pas budget dinaikin malah hancur lebur? Lo pasti lagi nyari cara scale up iklan...

Strategi Struktur Asset Group Performance Max Google Ads Biar Gak Boncos

Banyak media buyer atau bisnis owner yang ngeluh kalau Performance Max (PMax) itu kayak "kotak hitam". Lo masukin duit, masukin aset, terus berharap algoritmanya...

Cara Bener Main Bidding Google Ads Biar Gak Boncos

Oke, gw ngerti maksud lo. Kata "Panduan" atau "Rahasia" emang kadang kedengeran gimmick banget dan kurang "nendang" buat praktisi. Kita ganti judulnya jadi lebih...

Strategi Hook Model Nir Eyal untuk Membangun Produk yang Bikin User Candu

Lo pasti pernah nanya kenapa user bisa menghabiskan waktu berjam-jam scrolling di TikTok atau Instagram tanpa sadar. Jawabannya bukan cuma kebetulan atau "konten menarik"...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!