31.3 C
Bogor

Strategi Performance Marketing Era Cookieless

Date:

Share:

Kiamat Cookie Telah Tiba: Strategi Performance Marketing Era Cookieless (Agar ROAS Nggak Boncos)

Kalau lo seorang performance marketer, hidup lo selama 10 tahun terakhir mungkin relatif “mudah”. Lo punya senjata pamungkas: third-party cookie.

Lo bisa “ngintilin” user dari website A ke website B, pasang pixel Facebook, bikin retargeting yang super tajam, dan ngebangun lookalike audience yang ajaib. Lo bisa bilang ke klien, “Iklan ini yang bikin closing,” berkat multi-touch attribution yang (seolah-olah) akurat.

Sekarang, pesta itu resmi bubar.

Google, sebagai penguasa browser (Chrome), secara bertahap mematikan third-party cookie sepenuhnya. Ini bukan wacana. Ini bukan sekadar iOS 14. Ini adalah reset besar-besaran di industri digital advertising yang nilainya triliunan.

Kabar buruknya: Cara kerja lo selama ini bakal 100% berubah. Mengandalkan pixel platform doang nggak akan cukup.

Kabar baiknya: Ini adalah “seleksi alam”. Marketer yang malas dan mager belajar bakal rontok. Marketer yang adaptif, yang mau ngerti teknis, dan yang beralih dari mentalitas “menyewa data” (dari Meta/Google) ke “memiliki data” (data lo sendiri) bakal jadi pemenang besar.

Artikel ini adalah battle plan teknis lo. Ini bukan artikel “motivasi”. Ini adalah panduan survival teknis biar ROAS (Return on Ad Spend) lo nggak boncos di era cookieless.

Dampak Teknis: Kenapa ROAS Lo Bisa Anjlok di Era Cookieless?

Banyak yang nggak paham seberapa dalam masalah ini. Ini bukan cuma soal “iklan retargeting jadi jelek.” Ini jauh lebih fundamental.

1. Retargeting & Segmentasi Audiens Jadi Buta

Ini yang paling jelas. Tanpa cookie pihak ketiga, lo kehilangan kemampuan cross-site tracking.

  • Dulu: User A masuk ke website lo, lihat produk “Sepatu Lari Biru”, tapi nggak jadi beli. Dia lalu buka website berita. Pixel lo aktif, dan platform iklan (misal: Meta) nampilin iklan “Sepatu Lari Biru” tadi di feed Instagram-nya.
  • Sekarang: User A lihat “Sepatu Lari Biru” di website lo. Dia tutup browser. Dia buka website berita. Browser (Chrome) nggak lagi ngirim “jejak” user A ke platform iklan. Iklan lo nggak akan muncul.

Implikasi lanjutannya, lookalike audience (audiens serupa) juga jadi nggak relevan. Platform kayak Meta nggak punya data behavioral yang kaya (dari jutaan website lain) untuk membangun profil “orang yang mirip pembeli lo”. Mereka cuma bisa nebak-nebak.

2. Atribusi & Measurement Amburadul (Ini Masalah Utamanya)

Ini mimpi buruk buat performance marketer. Gimana lo bisa ngukur ROI kalau lo nggak tahu iklan mana yang works?

  • Dulu: User lihat iklan lo di Facebook (Sentuhan 1), lalu besoknya klik iklan Google Search (Sentuhan 2), dan akhirnya beli setelah baca email (Sentuhan 3). Platform analitik lo bisa nyatuin journey ini pakai cookie.
  • Sekarang: Tiga sentuhan itu dianggap sebagai tiga user berbeda. Lo nggak bisa lagi nyambungin journey-nya.

Hasilnya? Lo nggak bisa lagi pakai model multi-touch attribution dengan akurat. Lo bakal balik lagi ke model last-click yang udah kuno, di mana lo cuma ngasih kredit ke channel terakhir sebelum konversi. Ini bikin alokasi budget lo jadi salah sasaran.

3. CPA (Cost Per Acquisition) Meroket

Ini adalah akibat dari dua masalah di atas. Karena targeting jadi lebih luas (broad) dan nggak setajam dulu, platform iklan butuh spend lebih banyak untuk “menebar jala” dan nemuin user yang relevan.

Ketika targeting makin general, conversion rate (CVR) pasti turun. Dan saat CVR turun, CPA lo otomatis meroket.

Pilar #1: ‘Owned Data’ adalah Emas Baru (First-Party & Zero-Party)

Ini adalah pondasi utama dan solusi paling fundamental. Berhenti 100% bergantung sama pixel platform. Mulai sekarang, job #1 lo adalah “nambang” data di “rumah” lo sendiri (website, aplikasi, CRM).

Ada dua jenis data yang jadi senjata utama lo:

First-Party Data: Nambang Pasif di Rumah Sendiri

First-party data (1P Data) adalah data yang lo kumpulin secara langsung dan pasif dari interaksi user di aset digital lo. Ini 100% milik lo, legal, dan aman dari blokir browser.

Contoh 1P Data:

Cara Nambang 1P Data Secara Efektif:

  1. SEO & Content Marketing Jadi Pintu Masuk: Di era cookieless, SEO jadi makin krusial. Lo nggak bisa nargetin mereka di luar, tapi lo bisa ditemuin pas mereka butuh. Mengutip dari Search Engine Land, SEO adalah “the new targeting”. Saat user datang dari search, mereka ngasih sinyal intent yang murni. Lo track behavior mereka di dalam website lo.
  2. Sistem Login/Membership: Ini cara terbaik “mengikat” user anonim jadi user yang dikenal. Jangan cuma sediain tombol “Login”. Kasih mereka alasan buat login:
    • “Simpan wishlist Anda”
    • “Dapatkan diskon khusus member
    • “Akses konten/artikel premium”.
  3. Lead Magnets yang Relevan: Ini taktik klasik. Barter value dengan data. Tawarkan e-book, template gratis, ceklis, atau webinar eksklusif. Imbalannya: nama dan email mereka.
  4. CRM adalah Otak Baru Lo: Semua data ini wajib masuk ke satu tempat: CRM lo. Tanpa CRM, data 1P lo bakal berceceran dan nggak bisa dipakai.

Zero-Party Data (0P Data): Seni Bertanya Langsung

Zero-party data (0P Data) adalah data yang user kasih ke lo secara aktif, sadar, dan sukarela. Ini adalah emas murni karena user secara eksplisit ngasih tahu apa mau mereka.

Cara Nambang 0P Data:

  1. Kuis Interaktif: Ini cara paling efektif dan fun.
    • Brand Skincare: “Cari tahu tipe kulit lo dalam 5 pertanyaan.” (Hasilnya: Lo tahu skin concern dia).
    • E-commerce Fashion: “Temukan style OOTD lo (Casual, Formal, Edgy).” (Hasilnya: Lo tahu preferensi style dia).
    • Travel Agent: “Tipe liburan ideal lo? (Pantai, Gunung, Kota).”
  2. Survei & Polling: Gunakan email atau social media (kayak IG Polls) untuk nanya preferensi mereka. “Lo lebih suka diskon ongkir atau cashback?”
  3. Preference Center: Sediain halaman “Pengaturan Preferensi” di profil akun mereka. Biarkan mereka milih sendiri:
    • Seberapa sering mau di-email? (Tiap hari, seminggu sekali)
    • Topik apa yang mereka minati? (Promo, Tips & Trik, New Arrival)

Menggunakan 0P Data, lo bisa bikin hyper-personalization tanpa jadi creepy. Kenapa? Karena lo nargetin mereka berdasarkan data yang mereka kasih sendiri, bukan data hasil “ngintil”.

Pilar #2: Iklan Kontekstual (Contextual Advertising) Bangkit dari Kubur

Ini bukan barang baru, tapi teknologinya udah beda jauh.

  • Contextual Dulu: Sangat literal. Iklan sepatu lari muncul di artikel yang ada keyword “lari maraton”.
  • Contextual Sekarang (dengan AI): Jauh lebih canggih. Platform iklan (kayak Google Display Network atau programmatic ads) sekarang pakai AI dan Natural Language Processing (NLP) untuk ngebaca keseluruhan artikel.

AI bisa paham nuansa dan sentimen.

Contoh: Iklan sepatu lari (yang harganya premium) bisa jadi nggak muncul di artikel “Kecelakaan Saat Lari Maraton” (sentimen negatif). Tapi, iklan itu bisa muncul di artikel “Tips Mengatasi Burnout dan Memulai Hidup Sehat”, meskipun nggak ada satu pun kata “lari” atau “sepatu” di dalamnya. AI tahu kalau pembaca artikel itu punya mindset yang pas.

Dilansir dari AdExchanger, investasi di contextual advertising naik gila-gilaan karena ini 100% privacy-safe. Lo nargetin konten halamannya, bukan profil user-nya.

Pilar #3: Pahami Teknologi Baru (Sandbox, CAPI, & Data Clean Rooms)

Ini bagian paling teknis. Sebagai performance marketer modern, lo wajib paham istilah-istilah ini. Ini adalah infrastruktur baru pengganti cookie.

Google Privacy Sandbox: “Kandang” Baru di Chrome

Ini adalah inisiatif Google untuk tetap menayangkan iklan relevan tanpa tracking individu. Dua tools utamanya:

  1. Topics API (Pengganti Behavioral Targeting):
    • Cara kerja simpelnya: Browser Chrome di laptop/HP user akan secara lokal (di device itu aja) ngelompokkin riwayat browsing mereka ke dalam beberapa “Topik” minat (misal: “Fitness”, “Kuliner & Resep”, “Otomotif”).
    • Saat lo mau pasang iklan (di GDN), lo nggak bisa lagi nargetin “User A”. Lo cuma bisa minta ke Chrome: “Tolong tampilkan iklan gw ke user yang tertarik topik ‘Fitness'”.
    • Browser user yang akan nentuin. Datanya nggak pernah keluar dari device user.
  2. Protected Audience API (PAA/FLEDGE) (Pengganti Retargeting):
    • Cara kerja simpelnya: User masuk ke website lo dan masukin “Sepatu Lari Biru” ke keranjang. Browser user (bukan server lo) akan nyimpen data ini dan masukin user ke interest group “Pembeli Sepatu”.
    • Besoknya, user buka website berita. Website berita itu ngadain “lelang” spot iklan.
    • Browser user lo yang ikutan lelang itu secara lokal (atas nama lo), dan nampilin iklan retargeting “Sepatu Lari Biru”.
    • Server iklan dan website berita nggak tahu siapa user itu. Semuanya terjadi di dalam browser user.

Conversion API (CAPI): Ngomong Langsung ke Server (Wajib Buat Meta Ads)

Ini adalah jawaban Meta (Facebook/Instagram) atas blokir browser (dari cookie deprecation) dan blokir device (dari Apple iOS 14).

  • Dulu (Pixel): Lo pasang code (Pixel) di browser user. Saat user konversi, Pixel (via browser) lapor ke Meta. Ini gampang kena blokir AdBlocker, iOS 14, dan cookie deprecation.
  • Sekarang (CAPI): User konversi di website lo. Website lo (via server) yang ngirim data konversi itu langsung ke server Meta. Nggak lewat browser.
  • Kenapa Wajib? Ini jauh lebih akurat, reliable, dan nggak bisa diblokir browser. Kalau lo masih ngandelin Pixel doang di 2025, data konversi lo pasti boncos.

Data Clean Rooms (DCR): Ruang Rapat Steril

Ini adalah solusi untuk kolaborasi data. Bayangin DCR kayak “ruang interogasi” yang super aman.

  • Skenario: Lo (Brand) mau tahu seberapa efektif iklan lo di YouTube (milik Google) dalam nge-drive penjualan di Tokopedia (Retailer).
  • Proses:
    1. Lo bawa data 1P lo (misal: list email customer).
    2. Google bawa data exposure iklan YouTube-nya.
    3. Tokopedia bawa data transaksi penjualannya.
    4. Ketiga data ini dimasukkin ke DCR (misal: Google Ads Data Hub atau Amazon Marketing Cloud) dalam kondisi udah di-anonimkan (di-hash).
    5. Di dalam DCR, data dicocokkan.
  • Hasil: Lo nggak boleh ngambil data mentahnya. Lo cuma boleh dapat insight agregat (kesimpulan).
  • Insight: “Ada 10.000 user yang lihat iklan lo di YouTube DAN beli produk lo di Tokopedia dalam 3 hari. 60% dari mereka adalah user baru.”

Mengutip IAB Tech Lab, DCR adalah masa depan measurement dan kolaborasi data yang privacy-first.

Pilar #4: E-E-A-T & Engagement (Senjata Pamungkas Saat Data Buta)

Ketika data targeting teknis lo melemah, apa yang tersisa? Kepercayaan (Trust).

Brand yang dipercaya user akan menang. Gimana cara ngebangun trust?

E-E-A-T Bukan Cuma Urusan SEO

E-E-A-T (Experience, Expertise, Authoritativeness, Trustworthiness) bukan cuma jargon tim SEO. Ini adalah sinyal trust yang real.

User jauh lebih rela ngasih 1P Data atau 0P Data (email, no. HP, preferensi) ke brand yang mereka anggap expert dan trustworthy.

  • Kalau lo jual skincare, tunjukkin expertise lo. Bikin konten sama dermatologist.
  • Kalau lo jual produk keuangan, tunjukkin authority lo. Bikin riset yang mendalam.
  • Tunjukkan experience lo. Bikin case study yang real.

Menurut riset dari Gartner, perusahaan yang berinvestasi di first-party data (yang cuma bisa didapat kalau user trust sama lo) akan mengungguli kompetitor dalam hal engagement dan CVR.

Engagement di “Rumah” Sendiri Jadi KPI Baru

Lo nggak bisa lagi track user di 10 website berbeda. Tapi lo bisa (dan harus) track sedalam apa user berinteraksi di “rumah” lo sendiri (website/aplikasi).

Metrik-metrik ini jadi sinyal intent baru lo:

  • Scroll Depth (Seberapa jauh dia scroll artikel lo?)
  • Time on Page (Berapa lama dia baca?)
  • Video Completion Rate (Dia nonton video lo sampai habis?)
  • Conversion Rate dari Internal Link
  • Heatmap (Bagian mana yang paling sering dia klik?)

Data ini 100% first-party dan bisa lo pakai untuk ngebangun segmen audiens internal lo.

Kesimpulan: Battle Plan Lo di Era Cookieless

Era cookieless ini adalah reset paksa. Ini adalah seleksi alam. Marketer yang cuma bisa “pencet tombol” di ads manager bakal rontok. Marketer yang paham strategi data, teknologi (backend), dan psikologi (trust) bakal jadi pemenang.

Battle plan lo ke depan:

  1. Miliki Data Lo: Fokus gila-gilaan nambang 1P & 0P Data. Jadikan CRM sebagai otak baru tim marketing lo.
  2. Kuasai Konteks: Mulai alokasikan budget untuk Contextual Advertising yang makin canggih.
  3. Kuasai Teknologi Baru: Lo wajib paham cara kerja CAPI, Topics API, PAA, dan DCR. Ini skillset wajib 2025.
  4. Bangun Tembok Kepercayaan: Investasi di konten E-E-A-T. Trust adalah mata uang baru pengganti cookie.

Selamat datang di game baru. Ini lebih susah, tapi juga jauh lebih adil.

FAQ (Frequently Asked Questions)

1. Apakah ini berarti iklan retargeting mati total?

Nggak. Retargeting yang mati adalah cross-site retargeting yang pakai third-party cookie. Lo masih bisa (dan harus) melakukan retargeting pakai first-party data lo. Contoh: Retargeting ke email list lo (via Customer List di Google/Meta), retargeting ke user yang udah login di website lo, dan retargeting menggunakan Protected Audience API (PAA) di dalam Privacy Sandbox.

2. Gw marketer UKM, apa gw perlu pusingin Data Clean Rooms (DCR)?

Jujur, untuk saat ini (2025), DCR lebih banyak dipakai oleh enterprise besar yang punya volume data masif dan kolaborasi multi-platform (misal: Unilever kolaborasi data sama Google dan Shopee). Untuk UKM, fokus lo 90% harus di Pilar #1 (First-Party & Zero-Party Data) dan implementasi Conversion API (CAPI). Itu udah lebih dari cukup untuk survive.

3. Gimana cara paling simpel mulai ngumpulin First-Party Data kalau gw awam banget?

Mulai dari yang paling dasar:

  1. Pasang Google Analytics 4 (GA4) dengan benar. Track event (klik, scroll, form submit). Ini adalah 1P Data termudah lo.
  2. Bikin pop-up di website lo: “Dapetin Diskon 10% di Pembelian Pertama. Masukkan email lo di sini.”
  3. Tautkan database email itu ke platform email marketing (kayak Mailchimp, Kirim.email, dll).Itu adalah fondasi 1P Data paling dasar.
Topan
Topan
🧑🏻‍💻 Tech & Performance Marketing Enthusiast

Subscribe to our magazine

━ more like this

Retail-Native AI Adalah Kunci Profitabilitas Bisnis Ritel Modern

Gw perhatiin banyak pemain ritel di Indonesia masih kejebak main di lapangan orang lain. Mereka sibuk bakar duit buat ngejar trafik semu pake algoritma...

7 Cara Scale Up Iklan Anti Boncos Biar Kualitas Leads Tetap Terjaga

Pernah gak sih lo ngerasa udah nemu winning campaign tapi pas budget dinaikin malah hancur lebur? Lo pasti lagi nyari cara scale up iklan...

Strategi Struktur Asset Group Performance Max Google Ads Biar Gak Boncos

Banyak media buyer atau bisnis owner yang ngeluh kalau Performance Max (PMax) itu kayak "kotak hitam". Lo masukin duit, masukin aset, terus berharap algoritmanya...

Cara Bener Main Bidding Google Ads Biar Gak Boncos

Oke, gw ngerti maksud lo. Kata "Panduan" atau "Rahasia" emang kadang kedengeran gimmick banget dan kurang "nendang" buat praktisi. Kita ganti judulnya jadi lebih...

Strategi Hook Model Nir Eyal untuk Membangun Produk yang Bikin User Candu

Lo pasti pernah nanya kenapa user bisa menghabiskan waktu berjam-jam scrolling di TikTok atau Instagram tanpa sadar. Jawabannya bukan cuma kebetulan atau "konten menarik"...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!