31.3 C
Bogor

Google Ads Kini Tandai Gambar Berkualitas Rendah: Update Krusial untuk Performance Marketer

Date:

Share:

Sebagai performance marketer, gw bisa bilang satu hal: era “asal pasang” iklan digital udah mati. Hari ini, kita bertarung di arena attention economy. Audiens lo, yang udah melek digital, dibombardir ribuan pesan visual tiap hari dari TikTok, Reels, dan YouTube. Di tengah badai konten ini, visual iklan lo bukan lagi “aset pelengkap”, tapi udah jadi jantung dari campaign.

Lo pasti paham betapa frustrasinya ngeliat metrik campaign Performance Max (PMax) atau Display lo stagnan. Udah ganti copywriting, udah benerin targeting, tapi CTR (Click-Through Rate) tetep rendah dan CVR (Conversion Rate) gitu-gitu aja. Seringkali, biang keroknya ada di depan mata: kualitas aset visual lo.

Google dengerin keluhan kita. Baru-baru ini, mereka meluncurkan fitur yang bakal jadi game-changer buat lo: “Image Quality Recommendations”.

Ini bukan sekadar tools biasa. Ini adalah sinyal jelas dari Google bahwa mereka nggak akan lagi mentolerir gambar berkualitas rendah di platform mereka. Buat lo yang serius mau scale up campaign, update ini bukan pilihan, tapi kewajiban. Artikel ini bakal ngebongkar tuntas apa artinya ini buat lo, gimana cara kerjanya, dan strategi apa yang harus lo ambil biar nggak ketinggalan kereta.

Apa Sebenarnya Fitur Image Quality Recommendations Google Ads?

Singkatnya, fitur “image quality recommendations” adalah sistem berbasis AI (Artificial Intelligence) baru di dalam dashboard Google Ads lo. Tugasnya satu: memindai, menganalisis, dan menandai semua aset gambar di campaign lo (terutama PMax dan Display) yang dianggap “berkualitas rendah”.

Ini bukan lagi soal teknis kayak ukuran file atau format doang. AI ini sekarang bisa melihat gambar lo kayak manusia—atau lebih tepatnya, kayak user yang kritis.

Kalau sistem ini nemu gambar yang jelek, lo bakal langsung dapet notifikasi di tab “Recommendations” (Rekomendasi). Nggak cuma ngasih tau “ini jelek”, tapi juga ngasih saran perbaikan yang spesifik dan real-time.

Misalnya, lo upload foto produk yang keren tapi background-nya terlalu gelap dan cluttered. Sistem AI ini bakal ngasih rekomendasi: “Improve engagement by copying and editing background color to white” (Tingkatkan engagement dengan menyalin dan mengedit warna latar belakang menjadi putih).

Yang paling gokil dari fitur ini? Lo bisa langsung preview hasil editnya dan nerapin perubahan itu langsung dari dalam dashboard Google Ads. Nggak perlu lagi bolak-balik ekspor-impor ke Photoshop atau Canva cuma buat ganti background. Ini efisiensi workflow yang gila-gilaan.

Cara Kerja Sistem AI Detection: Si Mata-Mata Visual Google

Lo mungkin mikir, “Secanggih apa sih AI-nya?” Jawabannya: canggih banget. Sistem ini dilatih dengan miliaran data impresi dan engagement buat ngerti gambar seperti apa yang disukai user dan gambar mana yang bikin mereka scroll lewat.

AI ini sekarang bisa menganalisis berbagai aspek visual secara mendalam:

  • Kontras dan Kecerahan: Gambar yang terlalu gelap (underexposed), terlalu terang (overexposed), atau warnanya pudar bakal ditandai.
  • Kualitas Background: Background yang terlalu ramai (cluttered), warnanya nabrak sama produk, atau kelihatan low-budget bakal kena.
  • Fokus dan Komposisi: Gambar yang blur, pixelated (pecah), atau komposisinya aneh (produknya kepinggir banget) akan terdeteksi.
  • Text Overlay: AI ini benci gambar yang kebanyakan teks. Kenapa? Karena tugas AI PMax adalah menggabungkan aset gambar lo dengan headline dan description. Kalau di gambar lo udah ada teks, hasilnya bakal tumpang tindih dan jelek.
  • Relevansi Konten: AI ini juga mulai bisa mencocokkan apakah gambar lo relevan dengan copy iklan dan landing page.
  • Kepatuhan (Compliance): Mendeteksi elemen yang melanggar kebijakan, kayak tombol “Click Here” palsu, logo yang nggak proporsional, atau konten sensitif.

AI ini juga paham kalau gambar lo bakal tampil di berbagai surface—mulai dari banner kecil di website publisher, feed di Gmail, sampai thumbnail di YouTube. Rekomendasi yang dikasih udah disesuaiin sama best practice di masing-masing penempatan.

Mengapa Kualitas Gambar Jadi Krusial (Banget) untuk Performance Campaign

Sebagai performance marketer kawakan, gw selalu ngajarin tim gw: visual yang bagus itu bukan soal estetika. Ini soal psikologi dan duit. Visual adalah hook pertama. Kalau hook lo jelek, sebagus apa pun umpan (penawaran) lo, ikannya nggak bakal nyangkut.

Data internal Google (dan pengalaman gw pribadi selama 20 tahun) nunjukkin kalau gambar berkualitas tinggi—terutama dengan background putih atau cerah yang clean—bisa ningkatin engagement rate secara signifikan di Display Network dan Gmail.

Dampak Langsung ke CTR dan Conversion Rate

Ini bukan omong kosong. Gambar yang dioptimasi dengan baik punya dampak langsung ke bottom line lo:

  1. CTR Lebih Tinggi: Visual yang clean, profesional, dan eye-catching secara instan membangun kepercayaan. Kepercayaan = klik.
  2. Conversion Rate (CVR) Lebih Baik: Kepercayaan yang udah dibangun dari iklan berlanjut pas user masuk ke landing page. Kalau visual di iklan dan landing page lo konsisten dan berkualitas, keraguan user buat konversi (beli, isi form) bakal berkurang drastis.
  3. Ad Placement yang Lebih Baik: Ini yang sering dilupain. Google itu bisnis. Mereka mau nampilin iklan yang paling mungkin di-klik user (biar mereka dapet duit). Iklan dengan aset visual berkualitas tinggi secara algoritmik dapet preferensi penempatan yang lebih premium.
  4. Menurunkan Biaya (CPC/CPA): CTR tinggi = Quality Score (atau Ad Strength) bagus. Skor bagus = CPC (Cost Per Click) bisa lebih murah. It’s all connected.

Standar Kualitas Visual Modern di Era Digital

Sadar nggak sadar, standar visual audiens lo udah naik gila-gilaan. Mereka udah terbiasa ngeliat konten berkualitas HD yang polished tapi tetep otentik di media sosial.

Artinya? Gambar yang blur, pecah, atau komposisinya jelek nggak cuma bakal diabaikan—tapi bakal langsung dianggap sebagai scam atau brand abal-abal. Di era digital yang serba cepat, trust itu mata uang utama. Visual yang jelek = ngebakar trust = ngebakar duit lo.

Hubungan Erat dengan “Ad Strength” (Kekuatan Iklan)

Nah, ini bagian teknis yang wajib lo ngerti. Gimana cara Google “menghukum” lo kalo pake gambar jelek? Jawabannya ada di metrik Ad Strength.

Lo pasti sering liat metrik ini di PMax atau Responsive Display Ads (RDA), yang nilainya “Poor”, “Average”, “Good”, sampai “Excellent”.

Dulu, Ad Strength lebih banyak dinilai dari kelengkapan aset (jumlah headline, description, gambar) dan relevansinya. Sekarang, Google secara eksplisit masukin “Kualitas Aset Visual” sebagai salah satu pilar utama penentu Ad Strength.

Feedback Loop Algoritma

Begini cara kerjanya:

  1. Lo upload gambar berkualitas rendah (misal: blur dan gelap).
  2. Fitur baru ini ngasih lo rekomendasi, “Ganti gambar ini.”
  3. Lo cuek. Lo tetep jalanin iklannya.
  4. Algoritma Google Ads ngeliat: “Aset gambar ini ditandai ‘berkualitas rendah’ tapi tetep dipake.”
  5. Secara otomatis, Ad Strength campaign lo bakal diturunin, mungkin mentok di “Average” atau bahkan “Poor”.

Konsekuensi dari Ad Strength Rendah

Terus kenapa kalo Ad Strength lo “Poor”? Ini bencana:

  • Akses Lelang Terbatas: Iklan lo nggak akan diikutsertakan di semua lelang yang relevan. Google lebih milih nampilin iklan kompetitor lo yang Ad Strength-nya “Excellent”.
  • Impression Share Anjlok: Lo kehilangan jatah tayang.
  • CPC Lebih Mahal: Buat masuk ke lelang yang sama, lo harus bidding lebih mahal dibanding kompetitor lo yang asetnya bagus.

Jadi, fitur rekomendasi gambar ini bukan lagi “saran”, tapi “peringatan keras” dari Google. Kualitas visual lo sekarang punya dampak langsung ke seberapa mahal dan seberapa sering iklan lo bakal tayang.

Implementasi Best Practice untuk Optimasi Visual (Wajib Catat!)

Oke, lo udah paham bahayanya. Sekarang gimana solusinya? Biar lo bisa maksimalin fitur baru ini dan bikin Ad Strength lo “Excellent”, ini best practice teknis yang wajib lo terapin.

Format, Ukuran, dan Rasio Optimal

Jangan salahin Google kalo iklan lo jelek padahal lo upload gambar seadanya. Siapin aset lo dengan spesifikasi ini:

Wajib Ada untuk PMax & Display (RDA):

  • Landscape (1.91:1): Ukuran ideal 1200 x 628 piksel. Minimum 600 x 314. Ini adalah rasio default untuk banner di Display Network.
  • Square (1:1): Ukuran ideal 1200 x 1200 piksel. Minimum 300 x 300. Ini penting banget untuk feed (Gmail, Discover, YouTube).

Sangat Direkomendasikan:

  • Vertical (4:5): Ukuran ideal 960 x 1200 piksel. Ini adalah prime real estate di mobile feed. Kalo lo nggak nyiapin ini, lo kehilangan kesempatan tampil dominan di layar HP user.

Spesifikasi Teknis Lainnya:

  • Format: JPG atau PNG. Hindari format kayak WebP yang kadang bermasalah saat di-upload.
  • Ukuran File: Maksimal 5MB. Nggak ada alesan buat upload gambar pecah. Kompres gambar lo (pake TinyPNG misalnya) tapi pastiin kualitas visualnya tetep tajam.

Design Guidelines yang Harus Lo Ikuti (The Do’s and Don’ts)

  1. Strategi Background (Paling Penting!):
    • DO: Prioritaskan background putih bersih. Ini best practice universal, terutama buat e-commerce.
    • DO: Kalo brand lo menuntut warna, pake background warna solid yang kontras tinggi dengan produk/model lo.
    • DON’T: Hindari background yang ramai, cluttered, atau punya tekstur yang bikin pusing.
  2. Fokus Utama (Focal Point):
    • DO: Pastikan produk atau value proposition lo jadi fokus utama.
    • DO: Gunakan safe zone. Taruh elemen penting (produk, wajah model) di 80% area tengah gambar. Kenapa? Karena Google sering nge-crop gambar lo secara otomatis biar pas di berbagai placement. Kalo produk lo kepinggiran, bisa kepotong.
  3. Masalah Text Overlay:
    • DON’T: Sebisa mungkin, JANGAN ADA TEKS di dalam gambar.
    • WHY? PMax dan RDA itu dinamis. AI akan ngambil gambar lo, lalu nempelin headline dan description lo di atasnya. Kalo di gambar lo udah ada teks, hasilnya bakal tabrakan, nggak kebaca, dan AI akan nge-penalti Ad Strength lo.
    • KECUALI: Logo. Logo boleh, tapi taruh secara subtil dan jangan dominan.
  4. Otentisitas (Authenticity):
    • DON’T: Hindari foto stock generik yang udah dipake jutaan advertiser lain (misal: orang kantor lagi salaman). User udah kebal dan bakal langsung skip.
    • DO: Investasi di foto produk original.
    • DO: Coba pake gambar bergaya UGC (User-Generated Content). Foto produk lo yang dipake customer (walaupun di-shoot ulang secara profesional) seringkali ngasih performa lebih bagus karena terlihat lebih otentik dan relatable.

Dampak Spesifik ke Campaign Performance Max dan Display

Update ini punya dampak paling besar ke PMax, tapi Display juga kena.

Optimasi Performance Max (PMax)

PMax adalah kampanye berbasis aset. AI Google nggak bisa kerja kalo bahan bakunya (aset lo) jelek. Fitur image quality recommendations ini bakal ngebantu lo:

  • Meningkatkan Ad Strength: Ini yang utama. Aset visual berkualitas = Ad Strength “Good” atau “Excellent”.
  • Memperluas Jangkauan (Reach): Dengan Ad Strength “Excellent”, PMax lo bakal lebih agresif masuk ke berbagai inventory (Search, Display, YouTube, Discover, Gmail). Gambar yang dioptimasi (terutama 4:5 dan 1:1) bakal lebih sering dapet placement di feed.
  • Atribusi yang Lebih Baik: Visual yang relevan dan clear ngebantu AI Google dalam nge-match audiens yang tepat dengan intent yang tepat.

Saran gw buat PMax: Diversifikasi. Jangan cuma upload 5 foto produk dengan angle sama. Upload 10-15 aset visual per asset group: foto produk (latar putih), foto lifestyle (produk lagi dipake), foto UGC style, bahkan infografis simpel (minim teks).

Keuntungan di Display Network (RDA)

Di Display Network (baik campaign Display standar maupun dari PMax), dampaknya lebih direct ke user engagement. Gambar yang clean dengan background putih atau branded terbukti punya:

  • CTR 30% lebih tinggi dibanding gambar dengan background kompleks (data industri).
  • Viewability Score lebih baik karena lebih gampang dikenali user dalam sepersekian detik pas scrolling.
  • Bounce Rate lebih rendah di landing page, karena ekspektasi visual user dari iklan udah terpenuhi.

Strategi Content Marketing yang Terintegrasi (The Big Picture)

Fitur ini bukan cuma tugasnya anak ads. Ini harus jadi bagian dari strategi content marketing lo secara keseluruhan. Lo nggak bisa lagi misahin antara tim kreatif (yang bikin gambar) dan tim performance (yang pasang iklan).

Pendekatan Perencanaan Konten (Content Planning)

  1. Audit Visual Aset Lo Sekarang: Buka semua campaign aktif. Cek tab “Recommendations”. Catet semua aset yang kena flag.
  2. Buat “Visual Content Pillar”: Rancang guideline visual internal yang khusus dibuat untuk Google Ads. Guideline ini harus jadi SOP (Standar Operasional Prosedur) buat tim desainer lo.
  3. Siapkan Konten Musiman (Seasonal): Jangan tunggu H-1 event besar baru bikin aset. Siapin variasi visual untuk berbagai campaign musiman dari jauh-jauh hari.
  4. Struktur A/B Testing Visual: Ini wajib. Jangan cuma nebak. Manfaatin fitur “Eksperimen” di Google Ads buat nge-tes:
    • Background Putih vs. Background Warna (sesuai brand).
    • Model (Lifestyle) vs. Produk Saja.
    • UGC Style vs. Studio (Polished).
    • Lihat datanya, mana yang ngasih CVR terbaik dengan CPA (Cost Per Acquisition) terendah.

Jaga Konsistensi Brand (Brand Consistency)

Ini jebakan. Kadang, marketer terlalu nurut sama Google. “Google maunya background putih!” terus semua aset diganti putih, padahal brand identity-nya premium-elegan dengan warna gelap.

Lo harus pinter. Balance adalah kunci. Tetap ikutin rekomendasi Google (misal: background putih) untuk campaign prospecting (cari user baru) di Display. Tapi untuk campaign retargeting, lo bisa pake visual yang lebih branded (misal: background gelap) buat ngejaga konsistensi brand. Selalu tes keduanya!

Tools dan Resources untuk Optimasi Visual (Biar Gampang)

Google nggak cuma ngasih masalah, mereka juga ngasih solusi (yang ujung-ujungnya bikin lo lebih banyak spending di platform mereka, which is smart).

Google Product Studio & Asset Studio (Wajib Coba!)

  • Product Studio: Ini tool AI built-in khusus buat e-commerce. Lo upload foto produk, dan AI-nya bisa:
    • Menghapus background secara instan.
    • Menghasilkan background baru (Misal: “taruh produk ini di atas meja marmer di samping tanaman”).
    • Upscale gambar yang resolusinya kecil.
    • Ini adalah jawaban langsung Google atas fitur rekomendasi ini.
  • Asset Studio: Ini semacam library terpusat buat ngelola dan bikin aset kreatif lo, termasuk generate variasi gambar pake AI.

Integrasi Tools Eksternal

Kalo lo butuh kontrol lebih, lo (atau tim desainer lo) bisa pake tools eksternal:

  • Canva: Udah jadi andalan. Cepat buat resize, ganti background, dan bikin template.
  • Remove.bg: Tool spesialis buat hapus background dengan cepat dan rapi.
  • Adobe Express: Mirip Canva, tapi ekosistemnya Adobe.
  • Figma: Lebih dari sekadar tool UI/UX, Figma sekarang banyak dipake buat bikin template aset iklan secara massal.
  • Adobe Photoshop (Generative Fill): Kalo lo butuh editing kelas berat, fitur Generative Fill di Photoshop baru itu gila banget buat extend gambar atau ganti elemen.

Pengukuran dan Monitoring Performa (Closing the Loop)

Setelah lo implementasi semua rekomendasi visual ini, kerjaan lo belum selesai. Lo harus monitor performanya. Gimana caranya tau kalo perubahan ini beneran ngaruh?

Key Performance Indicators (KPI) yang Harus Dilihat

  1. Asset Performance Rating (di PMax): Cek di level asset group. Aset visual lo harus dapet rating “Good” atau “Best”. Kalo masih “Pending” atau “Low”, ganti.
  2. Ad Strength: Monitor metrik ini. Apakah setelah ganti visual, Ad Strength lo naik dari “Average” ke “Good”?
  3. CTR & CVR (by Asset): Lihat laporan aset. Bandingkan CTR dan CVR gambar yang baru (sudah dioptimasi) dengan gambar yang lama.
  4. Channel Performance: Lihat breakdown performa PMax. Apakah channel Display dan YouTube lo dapet impression share yang lebih baik setelah asetnya dioptimasi?

Best Practice Reporting

Buat tracking yang komprehensif, ini yang biasa gw lakuin:

  1. Weekly Performance Review: Cek tren. Apakah ada aset yang mulai fatigue (bikin bosen) dan performanya turun?
  2. Creative Rotation Schedule: Jangan pake gambar yang sama berbulan-bulan. Bikin jadwal buat refresh visual (misal: 2-4 minggu sekali) biar iklan lo tetep fresh.
  3. Analisis Kompetitor: Benchmark visual lo. Lo bisa pake tools kayak Ad Library (Meta) atau spy tools lainnya buat ngintip aset visual kompetitor. Apakah visual lo udah lebih baik?

Kesimpulan dan Actionable Next Steps (Harus Dikerjain!)

Fitur image quality recommendations ini adalah langkah besar Google buat “membersihkan” ekosistem iklan mereka. Ini adalah evolusi alami. Buat lo yang serius di performance marketing, ini bukan “fitur tambahan”, tapi tool esensial yang bakal ngaruh langsung ke ROI campaign lo.

Algoritma Google udah jelas ngasih sinyal: “Kasih gw aset bagus, atau gw nggak akan nampilin iklan lo.”

Immediate Action Items (Minggu Ini):

  1. Audit Aset Lo: Buka dashboard Google Ads lo sekarang. Masuk ke semua campaign PMax dan Display aktif. Cek tab “Recommendations”.
  2. Implement Quick Fixes: Terapin rekomendasi gampang kayak ganti background jadi putih pake tool built-in Google.
  3. Bikin Daftar “Red Flag”: Catet aset-aset yang kena flag tapi butuh editing lebih berat (misal: komposisi jelek, blur).

Long-term Strategy (Bulan Depan):

  1. Bikin SOP Visual: Buat guideline visual internal baru berdasarkan best practice di artikel ini. Sosialisasikan ke tim desainer atau agensi kreatif lo.
  2. Jadwalkan Content Refresh: Bikin jadwal komprehensif buat ganti semua aset yang jelek di Q1 2026.
  3. Integrasikan A/B Testing: Masukin A/B testing visual sebagai bagian wajib dari workflow campaign lo.

Yang paling penting, jangan anggep remeh. Optimasi visual itu proses yang ongoing, sama kayak optimasi bidding atau keyword. Teknologi dan selera user terus berubah. Stay updated, terus tes, dan terus improve. Dengan nerapin ini secara konsisten, gw jamin lo bakal liat peningkatan signifikan di performa campaign lo dalam beberapa bulan ke depan.

Topan
Topan
🧑🏻‍💻 Tech & Performance Marketing Enthusiast

Subscribe to our magazine

━ more like this

Retail-Native AI Adalah Kunci Profitabilitas Bisnis Ritel Modern

Gw perhatiin banyak pemain ritel di Indonesia masih kejebak main di lapangan orang lain. Mereka sibuk bakar duit buat ngejar trafik semu pake algoritma...

7 Cara Scale Up Iklan Anti Boncos Biar Kualitas Leads Tetap Terjaga

Pernah gak sih lo ngerasa udah nemu winning campaign tapi pas budget dinaikin malah hancur lebur? Lo pasti lagi nyari cara scale up iklan...

Strategi Struktur Asset Group Performance Max Google Ads Biar Gak Boncos

Banyak media buyer atau bisnis owner yang ngeluh kalau Performance Max (PMax) itu kayak "kotak hitam". Lo masukin duit, masukin aset, terus berharap algoritmanya...

Cara Bener Main Bidding Google Ads Biar Gak Boncos

Oke, gw ngerti maksud lo. Kata "Panduan" atau "Rahasia" emang kadang kedengeran gimmick banget dan kurang "nendang" buat praktisi. Kita ganti judulnya jadi lebih...

Strategi Hook Model Nir Eyal untuk Membangun Produk yang Bikin User Candu

Lo pasti pernah nanya kenapa user bisa menghabiskan waktu berjam-jam scrolling di TikTok atau Instagram tanpa sadar. Jawabannya bukan cuma kebetulan atau "konten menarik"...

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini
Captcha verification failed!
Skor pengguna captcha gagal. silahkan hubungi kami!